Thursday, April 10, 2025

Jika Kau dikhianati, Bertahan atau Pergi.

Perahu kertas terombang ambing di laut luas.
Seakan menunggu waktu untuk karam ke dasar, karena lelah bertahan.
Seperti aku dan pernikahanku dahulu.
.
22 tahun, dalam suka dan duka.
Hanya aku yang sanggup bertahan, demi anak tunggalku.
Sebenarnya, cintaku sudah retak, tapi bodohnya aku seperti pemain sinetron.
Setiap kata ancaman cerai, aku memohon sambil bersujud, "Jangan...jangan bercerai."
Tak ada terlintas untuk bercerai, walau suami suka main tangan, tidak setia. Aku menolak cerai, demi anak, sekalipun hatiku luka.
Menetes air matalu, membaca sms mesra dua orang yang menghujam hatiku. Kata-kata, indahnya bergelut di ranjang. 
Dia pikir, aku tak membaca sms  itu.
Kadang panggilan YANK, yang salah kirim, aku tau semua.
Setiap ku tanya sms siapa,dia diam, berbohong, takut ketahuan, terus di pecat dari ASN. Sebaliknya, dia memukul wajahku, menginjak kepalaku, seandainya dulu ada video, pasti sudah viral.
Alangkah bodohnya aku, dibelikan tiket berlibur ke Semarang, ternyata dia bertemu selingkuhannya di Jakarta. Alangkah naifnya aku.
.
Luka, dan luka, sakit luar biasa.
Di tahun ke 22 aku menyerah, aku berhak bahagia, walau sendiri. Aku harus melindungi anakku, yang selalu dipukuli, diancam dengan pisau.
Aku tak mau mati konyol.
22 tahun, aku menutupi cerita pilu kepada siapa saja, orang tua, saudara, tetangga, aku bersandiwara terlihat mesra.
Dia, selalu lembut romantis di khalayak, itu bohong, dusta!
Dia srigala!
.
22 tahun, aku pulang ke rumah orangtuaku, sendirian, mereka aneh, biasanya sekeluarga.
Saat itu aku tak kuat lagi menutupi rahasia kelamku.
Ternyata orang tuaku sudah menduga, laki-laki brengsek, banci, tukang pukul, tidak bertanggungjawab.

Hari itu, Oktober 2013, aku ditemani anakku menggugat cerai.
Aku tak minta apa-apa, karena dia tak punya apa-apa, rumah milikiku pemberian orangtua.
Akupun tak meminta dipecat, biarkan dia tetap bekerja (Bapakku yang memasukkan kerja)
Aku hanya meminta: nikahi wanita pujaanmu, wanita yang melukai hatiku 15 tahun ini, nikahi.
itulah balas dendamku, karena aku yakin, wangi pacaran dan berumah tangga itu berbeda, rasakan, kamu akan tau siapa wanita sebenarnya.
.
Aku menghapus air mataku dengan kelegaan, menerima Akta cerai. Aku lelah dengan persidangan yang panjang, karena dia tidak mau cerai.
Aku hanya menyesal, kenapa tidak kulakukan sedari muda, sungguh kesetiaan yang sia-sia, membuang waktuku.
.
Menyesalkah aku dengan perpisahan ini?
Tidak. Aku bahagia.
Tak ada lagi luka dan air mata.
Duhai wanita di luar sana, wahai istri, kalian berhak bahagia.
Jangan percaya dengan suami tukang selingkuh.
Bertopeng kata HILAF.
Oh tidak, tiada maaf bagimu Ferquso!

Tulisan pertamaku, setelah lama terpendam dibenak.
Semoga menjadikan pelajaran bagi istri: Hidup sebuah pilihan, bertahan atau pergi.
Lampu sorot kamera sudah dimatikan dalam perjalanan hidupku:pernikahan. Tak ada lagi sinetron bersambung, ini episode terakhir.
Aku memulai babak baru dalam hidupku, bahagiakah atau tidak?