Review

Sunday, June 5, 2022

Kiriman Kilat dari Tuhan

"Baju Itje Tresnawati itu, warnanya merah, loh!" kata Anita, teman sebangku, dia asyik menceritakan detail warna-warni pakaian artis.
Oooo...mulutku bulat berbentuk O kemudian menguap berulang kali, gara-gara tidur ke malaman. 
Takjub, mendengar cerita berbagai warna di acara Aneka Ria Safari. 
Tahun 80-an  acara ini sangat dinanti. Bela-belain tak tidur, demi menonton lagu dan artis baru.
Saat itu, televisi hitam putih mulai berganti TV berwarna.
Satu persatu teman sekolah punya TV baru, ramai bercerita tentang warna, aku hikmat hanya jadi pendengar.

Sepulang sekolah, aku berdiri di depan TV kayu yang ukurannya, besaaar sekali. 
Ada tutup layar, kalau dibuka, otomatis TV nyala. 
TV besar berkaki empat, layarnya cuman14 inci. 
Kapan ya, Bapak mengganti TV ini? 
Bapakku sangat hemat, kursi reot di ruang tamu, tidak akan pernah diganti kalau kakinya tak patah, apalagi tivi, kondisi masih bagus, mana mungkin diganti Bapak, bahkan untuk mengakali, biar mirip TV berwarna, tivi hitam putih ini, layar depannya dicantolin plastik berwarna warni.
Ngggakkkk mungkin tivi ini diganti Bapak, pikirku.
Nggak mungkinnnn.
Nggakkkk mungkinnn.
Sore itu, hujan sangat deras, biasanya Bapak berteriak," Matikan Tiviiiii."
TV 'tetap menyala', kami berderet empat saudara,  duduk di lantai menonton film kemos (istilah film kartun). Sebenarnya berasal dari film kartun Micky Mouse, cuman lidah orang Indonesia rada susah menyebutnya, jadilah menjadi film mikemus(kemos).

Berulang kali, Bapak berteriak, matikan tivi. Kami pura-pura tuli.
Makjederrrr!!!
Kilat putih  menyambar televisi, blep! langsung mati.
Spontan, kami berteriak, "Horeeee!" 
Spontan melunjak dari duduk langsung berdiri, meloncat berulang kali. 
Bukan sedih tapi sangat gembira. Kami saling bertatapan satu dengan yang lain, entah apa arti kedalaman mata kami.

Terima kasih Kilat, yang dikirim Tuhan sore itu ke rumah kami.
Sebuah TV berwarna ukuran 32' berada di atas TV kayu. Bapak beli tv nggak tanggung-tanggung ukurannya untuk masa itu (sebenarnya...Bapak banyakk uangnya, tapi terlalu sederhana)
Sejak saat itu akulah paling heboh menceritakan semua acara di tv.

Punya televisi berwarna, membuatku semakin percaya diri, tidak lagi duduk di pojok sambil mengunyah gulali.

Rumah di Bukit Hindu 1980
#Menuliskenangan
#televisi

No comments:

Post a Comment