Review

Saturday, June 25, 2022

Dream Comes True

Kata Mama, setiap kata yang terucap adalah harapan dan doa.
Aku selalu percaya itu.
.
Een kecil dan saudaranya, hanya bisa terpukau mendengar cerita teman yang baru datang berlibur dari Jakarta. 
Kata mereka, di Jakarta ada banyak kendaraan dan gedung tinggi.
Wah! luar biasa ya, ibukota Indonesia itu.

Lalu aku melihat kotaku, Palangka Raya, gedung tertinggi hanya dua lantai. Tempat paling ramai dikunjungi, hanya Bundaran Besar dan pasar.

Bundaran besar, letaknya dekat dari rumahku di jalan Yos Sudarso, simpang lima. 
Bundaran tahun 1983, tempat kami berenang, suka juga berendam dengan kerbau, karena ada kumbangan air dan lumpur di pinggir bundaran.
Di tengah bundaran,  dibuat Patung Tentara membawa senjata laras panjang, sendirian, berdiri tegak siap siaga.
Aku kok percaya saja mendengar cerita teman, kalau patung itu kesepian, tengah malam, suka turun, muter bundaran. Seremkan, patungnya bisa hidup.
Hanya itu hiburan kami.

Kadang, aku suka terpukau dengan tanteku kalau pulang kampung ke Palangka Raya. Penampilan seorang istri Anggota DPR RI, Jakarta, berkaca mata hitam besar, sepatu tinggi, terlihat hebat.  Yang nggak kusuka, omongan, terlalu tinggi dan meremehkan keluarga kami, miskinlah, bla bla bla. Walau begitu, tetap aja aku penasaran dengan Jakarta.

"Kapan, ya, kita bisa ke ibukota," tanyaku pada kakak. Dia mengeleng, tidur di atas dipan kayu bersusun, aku tidur di dipan bawahnya.
Ah, itu cuman mimpi, harapan kecil anak daerah sepertiku.

Masa kecilku dihabiskan di kota Malang, lalu pindah ke Palangka Raya. 
Saat lebaran, rata-rata keluarga perantauan akan mudik ke Jawa, kami tidak. Terlalu berat diongkos. Sebaliknya, malah Nenek atau Aki Cirebon yang bertandang ke Palangka Raya.
Dipikir, berani juga nenek atau Aki datang ke Palangka Raya sendirian, demi kerinduan pada.anak dan cucu.
Mimpi kecil anak daerah melihat kota besar, terwujud melalui usaha sendiri, gratisan di jalur Pramuka, pertama, aku terpilih Dianpinru 1984 dan yang kedua,.aku dan kakak ikut Jambore Nasional 1986, Cibubur Jakarta.
Tak mudah bisa lolos Jambore, kami melalui tahapan seleksi. Aku dan kakak, terdaftar Jambore, beda regu. Tak apalah,  terpisah, biasanya kami selalu bersama dalam satu regu. 
Olahraga pagi di Kapal Perang

Kami pun modal nekad, nggak bisa berenang, berani juga naik Kapal Perang 515 Teluk Sampit. Saat itu gelombang sangat tinggi, syukurnya kamipun sampai di Pelabuhan Tri Sakti Jakarta.
Menjejakkan kaki di ibukota, tak terbayang rasanya, tapi nyata, banggaaa luar biasa.
Oh! Inikah Jakarta.
"Kita nggak ngimpikan, Da," Aku mencubit lenganku, memeluk kakakku.
Untuk pertama kali naik bus, kereta api, helicak, dokar, kalau naik pesawat terbang sudah pernah, waktu pindah ke Malang.
Jambore Nasional 1986

 Di Jakarta, bertemu saudara Bapak, diajak jalan-jalan, aduhhh..senangnya, bisa jadi bahan cerita.
Tangkuban Perahu

Ucapan adalah doa
Dalam keseharian, Mama paling suka menimang adik bungsuku:
Jakarta, Jakarta, Jakarta, Indonesia Raya.
Kalimat itu diucapkan dengan gemes, berulang kali, terdengar aneh.
Ternyata itu harapan dan doa Mama, diijabah Allah.
Mendadak, Bapak ditelpon, segera ke Jakarta untuk dilantik menjadi Kepala Bagian Keuangan di Kantor Manggala Wana Bakti. Semua serba mendadak, kami sekeluarga harus segera pindah ke Jakarta.
.
Tak ada yang tak mungkin, jika Allah berkehendak.
Kini, seluruh keluarga hijrah ke pulau Jawa.
Jalan hidup manusia, hanya Allah Yang Tahu. 
Di manakah kita hidup dan mati.

Palangka Raya, 1984 #nuliskenangan
#kenangan
*Kun Fayakun*

No comments:

Post a Comment