Mendengar Dering Telepon Pertama kali
"Halllllooooo."
Itu pertama kali, kulihat Mama menjawab telepon, suaranya nyaring sekali.
Oh, begitu ya jawabnya, aku melongo.
Kejadian di tahun 1981, di sudut ruangan Hotel Amandit, Banjarmasin, Mama menerima telepon sepupunya dari Palangka Raya.
Kami baru sampai di Banjarmasin dari Bandara Djuanda Surabaya dan harus menginap di Hotel selama dua malam, selanjutnya naik speedboat ke Palangka Raya. Lelah sekali, apalagi Mama, terus mengendong adik bungsuku (usia 4 tahun), Andi rewel karena demam.
Di Hotel Amandit itulah, aku baru tau, bentuk yang namanya telepon. Barang baru bagi kami yang hidup sederhana di perantauan, biasanya hanya orang 'berada' saja yang punya telepon.
Kebetulan sepupu Mama, yang mengatur kepindahan kami, orang terkaya di Kalteng, pemilik Hotel Palangka. Tak heran, bisa menelpon ke hotel.
***
Menjawab telepon, pertama kali
Kami sudah pindah dari rumah kontrakan di Bukit Hindu ke rumah dinas kehutanan.
Di perumahan ini, aku berbaur dengan teman yang orangtuanya, sama-sama Rimbawan. Rumah-rumah dibangun berdasarkan golongan kerja, ada yang kaya ada yang biasa aja.
Kehidupan kami tetaplah sama, sederhana.
Suatu ketika aku diajak bermain ke rumah anak Kepala Kantor Kehutanan. Rumah dinas yang besar, perabotnya pun baru pertama kali kulihat, bagusss sekali. Halamannya luas di kelilingi pohon Pinus berdaun jarum dan Akasia.
Ada penjaganya, galak tak terkira, dua ekor angsa putih, gemuk besar, suka nyosor.
Kami bermain behel, di ruang tengah.
Kringgg!!!
"Angkat, En."
Plenga pelengo, bagaimana cara jawabnya. Gugup sekali, tangan gemetaran mengangkat gangang telepon.
Terdengar suara di ujung telepon.
Langsung kujawab, "Hallloooooooo."
Suaraku super nyaring. Beneran, nggak nyadar, nyuaring.
Hmmm...pengalaman pertama, bocah SD kampungan, menjawab telepon, persis Mama dulu.
Oh oh oh...begini ya telepon itu, batinku
Deredek blas!
Saat itu, telepon rumah hanya punya satu warna hitam, untuk menelpon, nomernya diputar, dan berbunyi krek, krek krek.
Tahun 1992 baru telpon rumah, warna dan bentuknya beraneka ragam, nomer telpon tidak diputar lagi tapi dipencet.
.
Sampai kami sekeluarga pindah ke Jakarta, Mama Bapak tak pernah berminat memasang telepon...Katanya, nanti dikira orang kaya.
.
.
.
Rumah Dinas Kehutanan, 1981
#menuliskenangqn
#TeleponRumah
No comments:
Post a Comment