Review

Wednesday, December 1, 2021

Kekicak Khas Banjar | Kenangan Bersama Meri

Palangka Raya, tahun 1980

Teman pertamaku duduk sebangku di Sekolah Dasar Sangga Buana, Bukit Hindu, namanya Meri.
Badannya gemuk, wajah cantik, berkulit putih,  bibirnya merah, kalau bicara, logat Dayak Manyan sangat kental.
Sebenarnya, aku merasa heran dengan logat itu, maklum saja, baru pindah dari kota Malang. 

Yang aku ingat dari Meri, walau baru duduk di kelas 4 SD, Meri suka memasak dan membuat kue.
Setiap hari, yang dibicarakan, membuat  kue. Jarang pula Meri keluar istirahat bermain tali karet, dia lebih suka di kelas, membaca buku, resep makanan.
"Kemarin, aku bikin kekicak, En."
Aku cuman bengong, kue apa itu? 
Di rumahku, biasanya Mama membuat kue bolu, molen pisang, nagasari, pengaruh budaya Jawa sangat dominan.
.
"Ituuu, kue yang dibulat-bulatin kecil,tengahnya ditekan, supaya cekung. Gampang ja bikinnya, dari beras ketan, air kapur, garam, air daun pandan. Nanti kalau sudah dikukus, baru dikasih inti kelapa."
Sumpah! Aku belum pernah makan kekicak.
Sayangnya, belum makan Kekicak buatan Meri, aku sudah pindah sekolah lagi. Hanya  2 cawu saja, sekolah di Bukit Hindu, 6 bulan bersama Meri, berbagai nama kue baru aku dengar, kenangan yang indah.

Hingga aku menikah, belum pernah lagi bertemu Meri.
Dan aku baru tau, kekicak itu mirip dengan kue pare,
hanya kekicak, inti kelapa ditaruh di luar, sedangkan kue pare dibungkus dalam adonan.
.
Awal Desember 2021, tiba-tiba pingin bikin kekicak.
Mengenang Meri...
Dimana kini, dia berada?

#Kuliner #CeritaKuliner #Kenangan

No comments:

Post a Comment