Review

Tuesday, November 17, 2020

Pantai Jerman, Suasana Tenang Menikmati Sunset.

Jalan beriring melewati pasar, saya mengikuti langkah suami melewati jalan Wana Segara, desa Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Bali. 
"Kamana, Kang?"
"Pantai Jerman."

Dihhhh, aya kitu, Pantai Jerman?
Urang baru denger, ada nama pantai mengunakan sebuah nama Negara...Jerman. Biasanyakan, nama pantai, mengambil nama desa tempat pantai tersebut berada. 
Alahmak, kirain jauh lokasinya, ternyata Pantai Jerman masih satu garis pantai dengan Pantai Kuta, tinggal jalan jinjit, udah sampe... 
"Oh Bunga, di mana kini kau berada. Jangan biarkan diriku, terpesona " #JinjitChallenge #Tiktok
Kami, duduk berdua menikmati desir angin di tepi pantai, adalah kebahagiaan bagi kami, suami istri yang jarang bertemu tiap hari
Takdir rezeki, membuat kami hanya bertemu, setahun dua kali. 
Pantai berpasir putih ini, bagai meninggalkan beribu jejak kerinduan yang kami rasakan. 
Kami tak seromantis pasangan lain, jarang foto mesra berdua. 
Kami hanya banyak diam meresapi bahwa masih diberikan waktu dan kesempatan bersama, memupuk cinta, sepasang hamba Allah, yang tak henti dilanda kasmaran.
Kenapa, saya mendadak melow beginiiiii, Ya Allah, Gusti nu Agung.

Ini pertama kali saya ke Pantai Jerman, sebagai pelancong lokal, nama dan lokasi Pantai Jerman memang nggak sepopuler Pantai di Bali: Pantai Kuta, Pantai Double Six, Pantai Pandawa.
Kalau diperhatikan, Pantai Jerman tak kalah indahnya, menawarkan pesona alam pesisir pantai yang sama dengan pantai-pantai di Bali.
Cuman disini, pasir pantai bercampur dengan pecahan terumbu karang yang terbawa ombak.
Pecahan terumbu karang bertebaran di pantai

Hening...
Sunyi.
Debur ombak dan suara angin di antara kami.
Itulah kelebihan Pantai Jerman, dibanding pantai Kuta di Bali, suasananya lebih tenang. 
Tak banyak rombongan pelancong, dan bule-bule berbikini minim, berjemur menikmati sinar matahari, nggak ada.
Sunyinya pantai, kita bisa mendapatkan foto-foto cantik, nggak akan 'bocor' karena nggak banyak lalu lalang pengunjung.
Selfie bergantian

Pemandangan kontras, di depan merenung, di belakang riuh foto penganten

Jarangnya pelancong kemari, Pantai Jerman lebih sering dipergunakan  untuk foto pre wedding atau acara perkawinan yang dihadiri keluarga atau teman terdekat saja.

 

Jejak Abrasi di Kuta
Pelabuhan dan Perumahan Warga Jerman

Pada masa Kolonial Belanda, pantai ini merupakan Pelabuhan Kuta, pelabuhan terpenting untuk perekonomian di kawasan Bali Selatan. Kapal-kapal pedagang berlabuh, ramai bertransaksi jual beli dari luar Bali.
Seiring perjalanan waktu Pelabuhan Kuta tersebut hancur terkena abrasi.

Asal Mula nama Pantai Jerman?

Sebenarnya pantai ini bernama Pantai Segara atau Pantai Pasih Perahu, tapi kalah populer dengan nama Pantai Jerman.

Dahulu, ini kawasan perumahan warga Jerman yang tinggal di Bali, karena itulah warga Bali asli, menamakan kawasan ini, Pantai Jerman.
Celingak celinguk, dimana perumahan orang Jerman itu? Nggak ada, hanya hotel.
Perumahan itu, menghilang bersama Pelabuhan Kuta, tenggelam karena abrasi, tanah terkikis termakan ombak dan arus laut.
Inilah, dua jejak abrasi di Kuta, Pelabuhan dan Perumahan warga Jerman.

Ganasnya ombak sisi Selatan Samudera Hindia sudah beberapa kali menerjang pesisir padat pengunjung turis, hingga tak heran, pantai dipasang batu Krib  agar abrasi nggak terus mengikis pesisir pantai ini. Entah sampai kapan pantai ini bertahan.

Pantai Jerman atau Pantai Pasih Perahu
Karena banyak perahu nelayan bersandar di Pantai Jerman, makanya dinamai Pantai Pasih Perahu atau Pantai Perahu.
Hingga kini nelayan tetap melaut mencari ikan,namun sejak ramainya pariwisata di Pantai Jerman, kelompok nelayan tak kehabisan akal untuk meraup rezeki, nelayan memanfaat kedatangan turis asing, perahu disewakan untuk wisata mancing, atau mengantar ke tengah laut untuk main berselancar.

Seperti Pantai Kuta yang lebih riuh kegiatannya dengan pelancong, di 
Pantai Jerman kita juga bisa melihat pemandangan pesawat turun naik di landasan pacu Bandara Ngurah Rai. Suara gemuruh pesawatpun terdengar jelas.
Asal jangan tiba-tiba berteriak keras : Pesawattt minta duittt!
Pasti, turis lain langsung melongo...edannn.
Apalagi suami saya....kontan, buang muka, pura-pura nggak kenal. 

Siluet manusia memamerkan jejak matahari

Matahari mulai tenggelam, warna langit merah tembaga menentramkan mata dan jiwa
Perahu bercadik berayun-ayun dibuai ombak.
Pemandangan senja semakin syahdu.
Senja memberi anugerah bagi warga Bali dan pelancong...Matahari tenggelam yang di nanti, semua siap membidikan kamera ponsel, tak ingin melewat moment senja.
Perahu, pantai, kaki langit  dan matahari menyatu dalam satu frame.
Masya Allah, Maha Besar Allah, Pemilik alam semesta dan seisinya.
Hati bergetar melihat lukisan alam yang tiada duanya, luar biasa.
Sembari terkagum-kagum,  paling nikmat makan jagung bakar.
Di Pantai Jerman, ada penjual jagung bakar, kita bisa pilih, mau jagung dioles rasa manis atau pedas.
Jagung bakar dihargai Rp 10.000,- untuk warga lokal.
Kalau Bule jadi Rp 20.000,-
Alamak, sama-sama manusia, cuman beda warna kulit saja, makanan kok beda harga.
Saya meringgis...sedih.
.
Penasaran dengan Pantai Jerman?










2 comments:

  1. Wkwkwkwk ngakak bayangin teriak Ama pesawat minta duit :p.

    Duuuh aku kurang jauh jalan di pantai kuta sampe ga tau pantai Jerman :p. Kalo EMG LBH sepi, aku bakal LBH suka sih. Kuta EMG rame bgt, kdg pusing :p

    ReplyDelete