Review

Tuesday, October 27, 2020

Pulau Kelor, Pulau Sepi untuk Menikmati Keindahan Indonesia nan Sempurna


Pantainya sangat indah, air laut jernih, gradasi warna dari bening, hijau sampai biru tua. Panorama paling mempesona yang pernah saya lihat.
-Review Een Endah- 


Perjalanan pendek dari pulau ke pulau.

Baru dua hari laut  bersahabat, ombaknya tenang, hingga kapal sedikit nekad  berlayar.
Sebelumnya, diperkirakan sampai hari Raya Imlek, angin barat akan membawa gelombang tinggi. 
Kapal tak bisa masuk Pulau Pandar dan Pulau Komodo...Pulau Bidadari pun kami tak singgah.
Kapal hanya bisa sampai Pulau Rinca dan pulau-pulau terdekat saja. 
Kapal motor pun harus segera merapat ke pelabuhan, karena jika terlalu sore, gelombang pasang tinggi sekali.

"Ya penting, kita sudah melihat Taman Nasional Komodo," hibur suami.

Dua setelah kami dari Pulau Rinca (21/1/2020), ada berita mengejutkan, kapal Pinisi wisata yang ditumpangi sejumlah wartawan terbalik dihantam ombak besar di Perairan Pulau Bidadari. Mereka adalah wartawan Istana yang selesai meliput kegiatan Presiden Joko Widodo. Penumpang selamat semua, hanya kamera, barang berharga tak terselamatkan. Alhamdulilah, kami bersyukur sekali, tak mengalami musibah waktu naik kapal motor.

Pulau Kelor

Pulau Kelor ini berlokasi di Kabupaten Mnggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur

Kapal Motor Tiger melempar sauh di Pulau Kelor. Pulau yang bisa dianggap Pulau 'persinggahan', karena letaknya sangat dekat dengan kota Labuan Bajo. 

Pulau sepi, tak banyak yang berkunjung, sangat cocok bagi pasangan yang sedang kasmaran, suasananya romantis...Only you and me, nobody else.

Bagi kamu yang suka selfie, panorama alam, lembutnya pasir putih, dengan ombak yang tenang, latar belakang perbukitan dan pulau-pulau, sangat cocok buat kamu foto-foto.
Kita akan mendapatkan foto terindah, lukisan alam Indonesia tanpa perlu diedit, asli dan natural.

Yang pengen fotonya tambah keren, kamu bisa mendaki  bukit kecil yang berada di tengah Pulau Kelor.
Sedikit usaha untuk naik bukit sekitar 30 menit, mendaki dengan undakan tangga dari tanah tak tersusun rapi. Saya lihat bukitnya nggak tinggi sekali, tapi cukup terjal.
Kata si Mbak penjual makanan, di puncak bukit, bisa mendapat spot foto terbaik; langit biru,laut luas dengan hamparan pulau di depan mata, jerih payah terbayar; Kita melihat keindahan Indonesia yang sempurna.

Sebenarnya saya  ingin naik, pingin juga selfie foto cantik seperti kebanyakan Instagramers.

"Kamu kuat, Cintaaa?" potong suami, ini baru sebatas 'mikir', sudah diragukan. Saya menarik nafas, melihat bukit di siang hari, panas mengantang begini. Yaudah, nggak jadi, kalau nanti  saya pingsan di jalan, apa nggak bikin repot orang.
Akhirnya saya hanya memandang bukit itu saja, sudah merasa puas (dasar pelancong tua, yang begini nih...malesan.)

Di hari pekan, banyak wisatawan yang berenang atau snorkeling, menikmati keindahan bawah laut yang masih alami. Karena saya ngak bisa berenang, cukuplah main air yang bening dan tenang.



Angin sepoi-sepoi, debur suara ombak membuai kami berdua (benerannnnn, hari ini, pelancongnya cuma kami berdua), duduk di tenda seadanya, milik penduduk setempat, sekedar minum kopi, makan pop mie dan segarnya kelapa muda.

Penjual makanan, minuman, dan souvenir, rata-rata semua keluarga dari Manggarai. Jumlah sekitar enam keluarga, mereka mendirikan tenda seadanya. Berjualan dan menginap berbulan-bulan di tenda. 
Dua bulan sekali baru pulang. Kalau tetap di dusun, susah cari rezekinya, cuman dengan buka warung di Pulau Kelor ini mereka bisa mencari penghidupan.

Jika barang dagangan menipis, mereka ke kota Labuan Bajo dengan penyewa perahu motor kecil sebesar  Rp 100.000,- atau Rp 150.000,- muat barang. Tak heran harga dagangan sedikit mahal.

Untuk penerangan di malam hari, mereka mengandalkan satu panel surya.

Saat ini Labuan  Bajo, termasuk Pulau Kelor sedang sibuk membangun sarana dan prasarana.
Presiden Jokowi pada tanggal 21 Januari 2020 meresmikan Kawasan Terpadu Marina Labuan Bajo yang dikembangkan oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Kawasan ini menjadi salah satu mendukung terwujudnya Labuan Bajo sebagai destinasi wisata super prioritas.

Terbukti, di Pulau Kelor di sisi pantai, sudah dibangun dermaga kayu.
Katanya mbak itu, akan dibangun restoran.
"Sementara ini, biarkan kami berjualan sebelum digusur," kata wanita berjilbab berbaju biru, suaranya sedikit bergetar.

Begitulah nasib mereka, berlahan akan tersingkir dengan investor besar.
Tapi saat Pandemik covid- 19 ini, entah bagaimana nasib jembatan itu, apa sudah selesai atau belum, tak ada kabar. 

Sailing Pinisi


Dari atas kapal motor Tiger, kami melihat kapal bertingkat (Pinisi) berlayar dari pulau ke pulau (termasuk nekad di musim ini).

Selama 3H2M Sailing Pinisi  membawa wisatawan menjelajahi Labuan Bajo dan sekitarnya selama 3 harı dan 2 malam.
Di kapal Pinisi kayu ini, kalian bisa menginap di kabin-kabin privat atau bersama, dengan AC yang nyaman. 
Sebuah petualangan yang tak akan terlupakan, menikmati ayunan gelombang, tidur malam sambil melihat taburan gemintang, bangun pagi sudah sampai di pulau. Sekali-kalilah, kalian merasakan menjadi suku Bajo, makan minum, semua aktifitas di atas kapal. 


Dulu semasa muda tinggal di Kalimantan Tengah, saya biasa naik kapal (bus air) bahkan menempuh waktu 3 hari, kala itu transportasi hanya lewat sungai, sekarang, naik kapal saja, mudah mabokk.
(Baca juga ya :


Tiga puluh  menit waktu menjelajah dari Pulau Kelor hingga sampai di pelabuhan Labuan Bajo.
Sepanjang perjalanan, saya masih takjub dengan keindahan gugusan pulau-pulau. Bentuknya mirip jajaran kerucut yang berbaris dan berlapis-lapis. Nahkoda Kapal, menyebutnya satu-satu persatu nama pulau (saya lupa mencatat nama Pulau itu).



Kapal motor Tiger merapat di Pelabuhan Labuan Bajo. Beberapa kapal nelayan dan wisata bersandar tak melaut, daripada menantang maut.
Mereka melambaikan tangan pada kami. 
Tersenyum ramah, tak kenal tak menjadi masalah, tetap ramah. itulah Indonesia, negeri nan elok, semua serasa saudara.

Salam dari Labuan Bajo.

No comments:

Post a Comment