Review

Saturday, October 22, 2016

Bye-Bye Gigi Gingsul

Gigi seri pertama saya, ternyata tumbuh gingsul di sebelah kanan urutan ke dua. Bentuknya kecil nongol, kalo saya mengatup menonjollah bibir bagian atas. Katanya sih, malah manis, saya malah nggak merasa manis. Merasa gimana gitu, kurus item, gingsul lagi.
Tebak, saya yang mana?


Nah itu awal dari cerita saya, moment yang paling terkesan dan tak akan terlupakan, hanya tentang gigi gingul di masa kanak kanak.

Awalnya tak menjadi masalah bagi bocah yang baunya sinar matahari, kebanyakan main di luar rumah. Gigi gingsul yang menonggol membuat dipanggil Een gingsul, sayang, saya nggak punya foto yang bisa memperlihatkan gigi itu, jaman dulu gitu loh, mana sempat Bapak  foto-foto, apalagi cuman gigi.

Pak Mantri berwajah seram

Kami sekeluarga dianggap sebagai pendatang di kota Malang. Rumah kontrakan yang sangat sederhana, Pemiliknya tinggal di samping rumah, mepet dinding.
Saya memanggil Pak Mantri pada pemiliknya. Padahal nama aslinya Abdullah, karena profesi sebagai tukang suntik, lebih dikenal Pak Mantri. Anehnya, masyarakat kala itu, lebih suka berobat ke Manteri dibanding ke dokter, lebih murah. Nyatanya, kalau kami berempat bersaudara sakit, maka Pak Mantri yang mengobati, cusss, main suntik, jarang dikasih obat. Alhamdulillah sehat sampai sekarang.

Orangtua masa lalu, terlalu sibuk dengan mengurus anak, bapak pergi ke kampus, Mama juga mengurus adik bayi. Boro-boro memperhatikan gigi. 
Satu persatu gigi seri saya mulai goyang, nggak bilang ke Mama. Digoyang-goyang sendiri, sampe tanggal, kadang kakak perempuan tertua saya yang melingkarkan benang di gigi, terus dia yang menarik sekuat tenaga. Jadi dokter gigi jadi-jadian, sukses mencabut gigi saya, dia malah ketawa senang melihat saya berurai air mata, Sakitttt. Cepet-cepet kumur-kumur dengan air garam hangat meredakan sakit. Dipikir, kok bisa ngeresepin obat sendiri pake garam.

Waktu berlalu, lidah saya meraba gigi gingsul mungil. Serasa goyang rada jogetan. Mau bilang ke kakak, jera ditarik benang, kuuaaapok. Orang Malang, suka berlebihan kalo menyebut sesuatu, kapok jadi kuaaapokk, dialeknya ditekan terus panjang.
Mengingat sakitnya ditarik benang, gingsul goyang saya biarkan saja, sekali-kali lidah mengelus meraba gigi itu.

"Ma...Kok gigi Een, tumbuh di belakang gigi ini," saya mengangga di depan Mama. Segera Mama memperhatikan rongga mulut saya. Gigi permanen sudah tumbuh tepat di belakang gigi gingsul, mendesak, tapi nggak bisa tumbuh sempurna kedepan, posisinya agak kedalam.

Suatu hari, saya melihat Mama bicara dengan Pak Matri. Saya nguping, masalah gigi  gingsul. Sebenarnya saya jarang bicara dengan beliau. Sosoknya kecil, rambut keriting dan yang menjadi cirinya, mata kirinya picek(maaf). Buta dan kempes. Pak Mantri jarang senyum mirip perompak mata satu seperti di film, beda dengan Bu Dullah, eh istrinya malah di panggil 'Bu Dullah' bukan Bu Mantri. Bu Dullah berperawakan besar, dan ramah rada cerewet, Pak Mantri kalo berlindung di belakang istrinya, hilang, lenyap ketelan body super itu.

"Een, besok diantar Pak Mantri ke rumah sakit buat cabut gigi."
Ucapan Mama, bagai bumi runtuh ke muka. Saya cuman melongo tak berucap, hati serasa ciut.
Ke Rumah sakit, dengan orang lain...batin saya.Tapi melihat Mama yang masih menyusui si bungsu rasanya nggak bisa protes.

Cabut Gigi Sendiri
Mengesankan dan tak terlupakan.
Naik mobil angkot jelek, saya duduk diam di sebelah Pak Mantri. Walau ada yang menemani, rasanya seorang diri. Pak Mantri, diammmm aja, sedih banget. 
Sepanjang jalan lidah meraba gingsul mungil. Rasa takut, pasti sakit melebihi tarikan benang. Kenapa juga nggak bilang ke Ida aja, kakak saya itu, pasti saya nggak merasa begini, seorang diri.
"Harus berani ya..."
Pesan Mama mengiang sepanjang jalan, air mata saya mengantung, menahan supaya nggak jatuh, takut dimarahi Pak Mantri.

Namanya, bocah kampung dari daerah Kalimantan tahun 1978. Ini pertama kali saya memasuki ruangan serba  putih. Pertama kali ke Rumah Sakit, klinik gigi. Disuruh duduk saja saya kikuk, mau bagaimana caranya. Baru tau, kursi untuk merawat gigi bentuknya memanjang, bisa direbahkan kebelakang dan ditegakkan. Satu lampu bersinar sangat terang di atas wajah saya. Hal baru, aaah..mau manggil Mamaaaa, mau nangis, cuman bisa ditahan, Mamanya nggak ada di sini.

Tiba-tiba Pak Mantri membelai rambut saya, wajah seperti menyuruh, sabar.
Ternyata, orangnya baik...nggak seseram wajahnya. Sakitnya suntikan di gusi dekat gingsul, nyuttt, saya hanya meringgis. 
Beberapa jam kemudian, saat itu saya harus berucap: Bye-bye gigi gingsul.
Dokter pria itu menunjukan gigi gingsul terjepit antara telunjuk dan jempol.
Lega, nggak sakit ternyata...suer, jauh dari bayangan yang menyeramkan. 
Gigi mungil diberikan sebagai kenangan untuk dibawa pulang, "nanti dilempar ke atas atap rumah,ya," kata dokter, supaya diambil tikus...Nggak ngerti, kok bisa disamakan gigi manusia dengan gigi tikus. 

Terkesan, pertama kali berjalan dengan orang asing yang bukan orang tua saya. 
Tak terlupakan, di dunia ini ternyata, ada dokter gigi, tak kira cuman hanya ada mantri suntik, dan tak terlupakan, rasa was-was dicabut gigi pertama kali secara medis.

Sederhana, ya sangat sederhana, tapi itulah moment bocah yang sampai kini tak pernah terlupakan. 
Mama mengajarkan, keberanian pada saya, hingga kini saya berani untuk melakukan hal baru, pergi kemana saja untuk hal baru. Pola mendidik ini, kembali saya turunkan ke anak gadis saya. Berani dan percaya diri, malah dia tidak cengeng.

"Hanya soal gigi?"
 Iya, itulah beberapa moment indah yang mewarnai hidup saya, masih banyak cerita yang tak pernah terlupakan. Cerita kecil tentang gigi permanen saya sekarang yang letaknya masuk ke dalam, silahkan lihat foto profil saya. Kata orang, itulah letak senyum manis say...ah, masa iya sih.

Saya tulis giveaway ini  9 menit lagi jelang DL, sambil ngos-ngosan, The power of kepepet memang luarrrbiyasahhhhh.


7 comments:

  1. Replies
    1. lha itu kadang nyengir, kesihannn deh lihatnya, tapi...kapan lahi naik kuda renggong.

      Delete
    2. hahahaa..mbak Rulii salah komentar eikeh, kirain postingan naik kuda renggong. Bener nggak sakit kok dicabut gingsulku, udah kebal obat biusa

      Delete
  2. salfok sama kalimat dokternya mba hahaha dilempar ke atas biar diambil tikus wwkwkwk..
    saya sebenarnya sama kyk mba cuman gigi ginsulnya ga copot2 alhasil gigi permanen masuk ke dalam. makanya klo saya foto ambil angel seblh kanan keliatan ompong krn itu saya lbh PD pose angel kiri hahahah..

    ReplyDelete
    Replies
    1. heeh...mana ada diambil tikus ya, tapi yaa manut aja, sampe rumah, langsung dilempar ke genteng...alhasil, giginya nggak semanis tikus.
      kalo saya, giginya juga masuk kedalam, terlanjur sudah...nggak apa, asal punya gigi

      Delete
  3. waktu kecil saya juga suka cabut gigi ditarik benang Mba Een soalnya takut dibawa ke puskesmas, hihihi :)

    terimakasih sudah berpartisipasi di GA saya yahh :*

    ReplyDelete