Review

Saturday, June 18, 2016

Sagon Basah Membawa Kenangan Masa Kecil

Hujan menguyur deras kota Bogor sejak malam hingga tengah hari. Udara bersalut mendung. Kala hujan seperti ini, selalu saja membawa saya ke banyak kenangan.

Masa Kecil

Berlari riang di pematang sawah mencari keong dan capung. Masa kecil di kota Malang. Udaranya masih sejuk dan dingin.
Sekolah Dasar tahun 1977, terletak di tengah sawah. Saya suka berdiri di belakang sekolah, sambil menyender di dinding berwarna putih. Berulang kali, Bu guru menegur, jangan bersender, karena cat kapur akan menempel di baju, saya tak pernah mengubris,  selalu punya keasikkan bersender sambil memandang ke arah gunung Bromo.
Kalau pagi, terlihat kepulan putih dari gunung. Pernah saya berlari untuk mendekat, akhirnya saya kecewa, tak pernah sampai ke gunung. Bocah kecil yang tak pengerti kalau gunung itu jauh.

Hingga kini saya masih berharap, kapan saya bisa pergi ke gunung Bromo. Semoga saja, suatu saat saya bisa berdiri di ketinggian, saya lihat di berbagai foto gunung Bromo, manusia bagai berada di negeri atas awan. Indah sekali.

Kota kecil yang selalu membekas dalam ingatan. Anak masa itu jarang diberi uang jajan seperti anak sekarang, paling kalau Bapak ada rezeki lebih, diberi Rp 5,- kalo tak diberi, tak  pula saya merajuk. Tetap semangat berangkat sekolah tanpa seragam, sepatu ditenteng, takut terkena lumpur, lebih baik cekeran dan kadang ketusuk duri, tak pernah mengadu, sakit dirasa sendiri. Tak cengeng.

Masa kecil si Een, cuman satu-satunya bocah perempuan berambut pendek, rata-rata teman saya dikepang dua, tapi Mama, memangkas habis rambut, karena kutuan... waaaaa, ketahuan kan, nuakal.

Sekalipun rada tomboi, salah satu keahlian saya semasa sekolah dasar, membuat sagon bubuk dan permen jahe. Nggak ada yang ngajarin, cuman lihat Nyi Yah, nenek tua yang ngontrak di samping rumah. Ia sebatang kara, saban pagi, saya membeli tiwul, onggol gaplek, dan gatot buat sarapan. Yang paling saya suka kerupuk singkong sejenis opak. Kerupuk singkong yang lebarnya bisa menutupi muka, diatasnya diberi gula merah yang kental, rasanya gurih manis. 

Nenek yang ramah bertubuh kecil kurus, kebayanya lusuh, entah apa sekarang masih hidup atau tidak. Semoga Allah memberikan kesempatan menapak tilas jejak masa kecil untuk bertemu dengan Nyi Yah. Selepas mengaji bada lohor., saya suka main ke rumahnya, kontrakan sepetak kamar. Nyi Yah pasti sibuk membuat sagon bubuk. Jajanan tradisional yang populer saat itu. 

Tepung ketan ditumbuk kasar, kemudian di sangrai, dicampur dengan parutan kelapa, gula pasir dan sedikit garam. Semua dijadikan satu diaduk hingga rata. Sagon dimasukkan ke dalam kertas berbentuk pipa sebesar telunjuk, digulung, kedua ujungnya di gunting kecil menjadi rumbai. Kertas warna warni mengundang pembeli karena kemasannya menarik.

Saya suka membantu Nyi Yah, bonusnya saya dapat dua bungkus sagon...sebenarnya, itulah tujuan saya ke tempat Nyi Yah, mau beli tak punya uang, maklumlah, Bapak hanya PNS yang tugas belajar di Universitas Brawijaya. Tak banyak uang saat itu.
Nyi Yah selalu menegur kalo makan sagon jangan sambil ngomong, bisa mati keselek...hehehe, dan suka menyembur ke muka orang.

Entah, dari mana asal muasal jajanan yang mulai langka ini. Anak zaman sekarang, mungkin nggak tau, apa itu sagon, terimbas dengan donat dan burger.

Lahkok saya mendadak melow kalo hujan begini. Apalagi saya sendirian di rumah, anak ngekost dan bekerja, bisa dimaklumi, tiba-tiba kenangan berlarian di benak saya.
Untung di dapur ada tepung ketan dan sedikit kelapa parut. Walahhh...kebeneran saya pingin makan sagon. Karena takut keselek sagon bubuk, nggak ada yang bantuin, bisa bisa mati...akhirnya saya bikin sagon basah saja. 
Kue tradisional, selain bubuk, basah dapat juga di oven menjadi kue kering.
Bahan utamanya sama, hanya proses akhirnya saja yang berbeda. Karena saya sendiri, sagon basah saya buat dengan porsi kecil.

Resep Sagon Basah

Siapkan bahan-bahan.
Tepung Beras 100 gram 
Kelapa parut setengah tua 150 gram 
Garam 1/2 sdt 
Gula pasir 50 gram (suka-suka ya, saya nggak suka terlalu manis) kalau ada vanili, bisa dikasih sedikit. 

Semua bahan dicampur lalu aduk sampai rata dan berminyak. 
Bentuk bulat, saya suka pake cetakan alas atau tutup gelas, baru di taruh di loyang yang sudah dipanaskan.

Masak sampai matang rada coklat. 
Sagon basah siap di nikmati. 
Mudahkan cara membuatnya, itulah kelebihan kue tradisional, bahan mudah didapat, murah dan proses membuatnya guampang. 

Oke, kue Sagon basah siap untuk berbuka puasa.
Selamat mencoba, mungkin anda pun punya kenangan manis masa kecil dengan kue tradisional, Sagon Basah.

9 comments:

  1. wuaaa kue kesukaan suami nih, mba, makasih yaaa resepnyaaa...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mudah cara membuatnya, selamat mencoba ya, biar semakin dicinta suami...hehhehe

      Delete
  2. Penampakannya kayak Serabi, ya, Mbak. Hehe. Jadi penasaran pengen coba.

    ReplyDelete
  3. Penampakannya kayak Serabi, ya, Mbak. Hehe. Jadi penasaran pengen coba.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Beda mbak, cobain aja deh, biar nggak penasaran lagi

      Delete
  4. hemmm..buat berbuka kayanya asyik ya? eh rasanya manis atau asin sih?

    ReplyDelete