Review

Tuesday, May 10, 2016

Pergilah dalam Keabadian.

Hidup, mati, rezeki dan jodoh adalah rahasia Allah.
Jalan takdir mempertemukan lagi dengan orang-orang yang saya sayangi, ipar dan mertua.
Lama tak bertemu, berkirim kabarpun tidak.

Ternyata rencana Allah begitu indah, tak diduga, kami bisa saling berpelukan kembali sejak 3 tahun berpisah, walau pertemuan ini begitu pilu.
Kamis, 25 Februari 2016, hujan di kota Palangka Raya merata dari pagi hingga sore. Entah mengapa, sejak kemarin saya ingin bertamu ke rumah Dik Sri di komplek Intan Kurung km 7, jalan Danau Mare. 
Banyak kenangan, ikatan batin saya dengan keluarga ini. Mereka pernah menjadi bagian cerita hidup saya. Cerita yang seakan mereka putus semenjak saya berpisah. Dilubuk hati ini, mereka tetap saudara. 

Dik Sri, saya memanggilnya. Tinggal di rumah blok belakang,  terpisah dua jalan.
Sejak gadis sudah ikut saya sampai menikah dengan adik ipar laki-laki. Dialah, tempat saya menitipkan anak, kalau berangkat kerja. Sekalipun saya pindah ke Bogor, hubungan kami tetap terjaga  baik. Dua dari empat anaknya saya yang menunggui persalinannya. 


Dik Sri, salah satu ipar paling dekat dengan saya, apalagi kedua orang tuanya sudah tidak ada. Setiap melahirkan, selalu melalui operasi caesar,  selalu saja, ia meminta saya untuk menungguinya.
Cerita kembali terlempar delapan tahun yang lalu, saya bersedia memenuhi permintaan, untuk menemani persalinan anak bungsunya di Banjarmasin.

Waktu itu, saya sendirian menunggu, gelisah di depan ruang operasi menanti persalinan. Tak ada yg menemani, semua sibuk. Suami Sri, sedang transfusi darah di ruangan berbeda. Lembar persetujuan formulir saya yang isi.
Menanti detik kelahiran. Tangis pecah, bayi perempuan pun lahir, saya panggil dengan Ivie. Cantik dan montok. Tangan ini, yang pertama mengendongnya, menina bobokan hingga lelap. Dik Sri mengalami pendarahan hebat, bertambah tambah kepanikan saya.

Ikatan batin yang kuat, dengan anak-anak Dik Sri, membuat saya rela meluangkan waktu untuk mereka. 
"Tante, kalo ada apa-apa dengan Mama Papa, kami bertiga ikut tante ya, jangan dipisahkan." 
kata  yang mengharukan, sebuah permohonan dari si sulung pada saya. Saya mencium satu persatu sembari terus membelai ketiganya, mengumpulkan dalam satu kamar, saya mengiyakan dan mendongeng sebelum tidur. Sepuluh hari saya menunggu ketiga anak ini, ketika Dik Sri dan suami berangkat haji tahun 2009. Bogor-Palangka Raya, itu hari yang panjang dalam penantian.
Ivie kecil tumbuh menjadi bocah manis. Masih terkenang tubuh mungil dalam gendonganku. Kini sudah kelas dua Sekolah Dasar.

Pagi tak biasa,  baru saja  berjalan menyelusuri jalan Cilik Riwut, hape berbunyi. Saya menepi.
"Mbak, Ivie meninggal...Mbak di mana?" seperti petir di siang bolong mendengar berita itu. Yang menelpon pun kaget, mbak Een ada di Palangka Raya, dikira ada di Bogor.  Innaa lillahi wa innaa ilaihi rojiun.
Lemas. Bercucur air mata saya, . Perih pedih. Saya nggak percaya, pantaslah saya kangen sekali dengan keluarga Dik Sri sejak kemarin, ternyata inikah isyarat itu. Motor saya kebut, buram pandangan saya tertutup air mata, antara percaya dan tidak percaya.

Di perempatan jalan perumahan Intan Kurung, di kejauhan berkibar bendera hijau tanda berduka. Saya langsung sadar, berita lelayu itu benar.
Disudut mata, tak bisa lagi saya ungkapkan, sedih sekali. 
Saya hanya berdiri mematung di muara pintu. Didalam jenazah tertutup kain panjang sudah rapi. Saya hanya terdiam, masih tak percaya

Dik Sri terperangah bagai melihat hantu pada saya, tak menyangka di hari terakhir kepergiaan anak bungsunya, saya hadir menemuinya. Berhamburan dia memeluk saya, tumpah tangis, sedih tak terungkapkan. Kehilangan yang dicinta, sakitnya luar biasa.

Rencana Allah, Yang Maha Baik, saya dipertemukan kembali pada gadis kecil, sejak lahir saya mengendongnya, hingga kepergian.
Pergilah manis, Allah lebih sayang padamu. Tak ada rasa sakit lagi. Ikhlas, kami ikhlas.

Siang selepas lohor, sayapun mengantarnya sampai tepian liang. Memandangmu dalam lantunan doa, jenazah di hadapkan ke kiblat di dalan peti kayu. Berlahan, peti diturunkan dengan tali. Menghentak jantung saya, kau telah pergi. Pergilah... 
Di Kalimantan Tengah ,umumnya jenazah dimasukkan dalam peti,
karena testur tanah yang basah bergambut
Jenazah dimiringkan menghadap kiblat dalam peti


Dengan dua utas tali tambang, peti jenazah diturunkan ke liang lahat

Segumpal tanah saya tabur bersamamu. 
Menaburkan segumpal tanah, disunnahkan.
Semua pasti akan mati, semua yang berjiwa. Pergilah, sayangku, duhai gadis manis.
Pergilah, wahai jiwa yang tenang, kembalilah pada Allah.



Belai sayang penuh cinta dari Ibunda. Ikhlas.

Ya Rabb, muliakan ruhnya, sempurnakan jasadnya, berilah tempat mulya yang kekal disisiMu.
Aamiin.

#DemamBerdarah  merampas keceriaanmu. 
Sudahlah, ini suratan takdir.
"Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami kembali"












5 comments:

  1. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Semoga almarhum mendapat tempat yang baik di sisi Allah SWT.

    Kemarin sahabat saya juga baru meninggal Kak, karena flek paru2.
    meninggal ketika sholat subuh, dibangunin anaknya nggak bangun2

    ReplyDelete
  2. Innalillahi wa inna ilaihi roojiuun...turut berduka Mba Een.. :'(

    ReplyDelete