Pagi berselimut mendung.
Kota Palangka Raya bakal hujan lagi, padahal, masih tampak sisa semalam. Air tergenang di atas jembatan ulin rumah Mina Pancar.
Masih termanggu di lawang, selonjoran, ada yang saya tunggu, 'seseorang'
Kata Mina, biasanya sudah lewat, kok agak telat pagi ini, mungkin karena hujan.
"Wadaiiii..."
Teriakan Paman penjual wadai. Suara knalpot motornya memecah sepi. Treng teng prutt...treng teng prut, sepertinya knalpotnya kotor, suaranya nggak enak bener akhirannya.
Ini yang saya tunggu-tunggu, sontak saya mengejar, berbaju daster berjilbab miring, takut Paman ngebut nggak lihat. Ini seseorang itu, pedagang kue keliling.
Kretek jrek!. Paman langsung berhenti sambil memasang dua standar motornya, yang suaranya lebih nggak enak lagi.
Langsung Paman membuka dagangannya. Hmmm...yam yam yam, saya langsung antusias melihat deretan wadai tertata rapi di kotak dagangan di belakang motor.
Wadai berasal dari bahasa Banjar dan Dayak, artinya kue. Menjadi kebiasaan masyarakat suku Banjar dan Dayak, gemar memakan wadai di pagi dan sore hari sambil ditemani secangkir teh manis hangat.
Sekalipun sudah sarapan nasi kuning, atau lontong, tetap saja, ada yang kurang, sebelum di tutup dengan memakan wadai. Itu semua sudah menjadi tradisi dan kebiasaan orang Banjar yang suka duduk dan makan di warung(mewarung). Di warung disediakan berbagai wadai, sambil ngobrol, saling bepalui(melucu), minum teh sembari makan wadai.
Dari raut wajah penjual wadai, tampak heran melihat saya. Sibuk foto-foto wadai jualannya.
"Jadikah pian menukar wadai?" jadi nggak membeli wadai?
Langsung saya sadar sedikit nyengir, ini nih efek jadi blogger, cekrek cekrek foto, lupa tujuan utama. "Jadiiiii"
Sabar sebentar, woles ya Paman. Ini moment yang langka bagi saya, sejak pindah kota, saya jarang menemukan wadai di Bogor. Mumpung lagi di Palangka Raya, saya mau foto wadai.
Setelah saya jelaskan, saya dari Bogor, eh...malah Paman menyebut nama satu persatu wadai, bebingkaan, wadai pisang, apam, sunduk lawang, untuk-untuk, papare, grubi.
Berbagai jenis wadai khas Banjar, saya menyebutkan begitu, karena rata-rata wadai berasal dari kue atau penganan dari Banjar. Yang bikin saya lupa diri, semua wadai dihargai Rp. 1.000,- murah banget.
Saya kasih tau ya, di Palangka Raya, setiap pagi hari selalu saja ada penjual wadai seperti Paman ini, baik memakai sepeda, kendaraan atau dijunjung diatas kepala. Jadi, bagi yang berwisata kemari, dijamin nggak bakal kelaparan, penjual kue selalu ada setiap waktu.
"Ennnnn"
Aaahhh, itu teriakan yang khas Fitri sepupu saya dari seberang jembatan ulin.
Saya memang sedang menunggu kedatangannya. Janjian mau ke pasar besar, dia mau beli ikan dan saya ke los penjual wadai Banjar, dan di sana pembeli bisa melihat cara pembuatannya.
Banyak penjual wadai di pasar besar, berjejer di depan blok pasar sayur. Wadai disusun sesuai jenisnya. Terbuka, herannya nggak ada lalat.
Sama dengan Paman penjual wadai keliling, Acil (tante dalam bahasa Banjar) penjual wadai wajahnya agak heran melihat saya cekrak cekrek pake hape memfoto dagangannya.
Langsung saya beli beberapa wadai, sambil meminta maaf foto-foto wadainya...*di situ kadang, saya merasa gagal jadi wartawan eh! blogger* suka sungkan dengan pandangan mata yang menatap aneh.
Sambil ngobrol dan memperhatikan Acil sedang membuat bebingkaan, saya melancarkan jurus tanya ini itu. Alhamdulillah, Acilnya sangat ramah, bahkan membocorkan resep berbagai wadai yang dijualnya.
Terus terang, bagi yang nggak biasa, rata-rata wadai Banjar rasanya sangat manis. Namun tetap saja tak mengurangi kegemaran saya makan wadai.
Sebenarnya, wadai Banjar jumlahnya ada 41 macam, cuman nggak semua dijual setiap hari di pasar, hanya ada saat acara khusus atau Pasar Ramadhan.
Bebingkaan (Bingka halus)
Bentuknya bulat dan kecil, berbeda dengan bingka yang biasanya ukuran besar, berbentuk bunga dengan lima kelopak. Bingka nggak saya beli karena Bogor sudah ada yang jual di warung Khaturistiwa,
Bebingkaan ada dua jenisnya, Bebingkaan gula habang, berwarna coklat dari gula habang(merah) dan Bebingkaan hijau dari daun pandan.
Kue ini adonannya terbuat tepung terigu dan diberi sedikit tepung beras. Kocok telur bebek, gula, dan santan kelapa dan dicampur tepung terigu dan tepung beras sampai menjadi adonan yang siap di bakar di atas kompor.
Ciri khas kue ini, setelah matang dipermukaan atas diberi santan kanil yang dingin, namanya tahilala. Hmm...namanya dasyat, ya tahilala, karena berasal dari perebusan santan yang lama hingga menghasilkan santan kental yang berkumpul di bagian atas rebusan santan tadi, makanya di sebut tahinya santan.
Sari Lakatan.
Wadai berasal dari Kalimantan Selatan namun sangat familier di Palangka Raya. Sari Lakatan termasuk dalam kategori kue lapis, hanya rasanya lebih enak, lembut, manis karena ada ketan kukus.
Terdiri dua lapisan, bagian bawah terbuat dari pulut(lakatan), lapisan atas terbuat dari campuran gula merah, telur, santan, vanili dan garam.
Wadai ini dikukus dalam ceper(cetakan) yang sangat besar, dijual perpotong/ditatak.
Ini paling saya suka, rasanya luar biasa, perpaduan lakatan dan lembutnya gula merah dan telur. Nggak nyoba ini, nyesel seumur hidup.
Hamparan Tatak Pisang
Ini wadai favorit saya karena rasanya sangatt lembut,gurih dan manisnya dari rasa pisang. Warnanya putih mengkilat, ini di dapat dari tepung beras dicampur santan kental. Di tengah wadai, terhampar potongan pisang raja kecil-kecil(tatak pisang).
Rasanya, ennnakkk sekali. Nggak coba, rugiii.
Wadai Lapis
Namanya juga kue lapis, jadi kuenya berlapis-lapis.
Ada dua jenis wadai lapis, ada yang dari campuran pandan dan coklat. Saya lebih suka wadai lapis yang rasa pandan, manis, gurih dan lembut.
Lapis per lapis, tak akan membuat anda menyesal kalau memakannya, dijamin tak akan berhenti. Suer!
Wadai Cincin.
Wadai yang memiliki ciri khas tersendiri, ada empat lubang mirip cincin. Tergolong wadai kering karena rasanya renyah dan manis. Wadai terbuat dari tepung beras, kelapa parut sangrai gula merah kemudian di goreng. Di Jawa Barat, ada pula kue cincin, cumanlubangnya cuman satu,nnamanya Kue Ali Agrem. Jangan ditanya kenapa di namakan Ali?Yang pasti, rasanya wadai ini membuat lupa diri, makan terus.
Wadai Papare
Maaf, rasanya jauh dari pahit, malah sebaliknya, sangattttt manis.
Wadai yang bagian dalamnya diberi unti kelapa. Dinamakan Papare, karena warnanya hijau, dan ada garis-garis mirip buah paria. Makan kue ini, jangan dekat-dekat saya ya...soalnya, saya akan bertambah manis, menularkan manis sekali..hihihi
Apam Barabai.
Wadai apam yang berasal dari Barabai, salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan, Hulu Sungai Tengah. Apam Barabai, bisa ditemukan juga di pasar besar Palangka, seperti kue apam umumnya, testurnya lembut ada campuran tape.
Ada dua jenis apam Barabai, apam habang lebih terasa gula merahnya berwarna kecoklatan, sedang apam putih tak kalah ajib rasanya. Sayangnya, apam ini terasa sangat dingin bagi saya. Lebih nendang, kalau di makan selagi hangat dengan segelas besar teh manis. Sekali makan apam, mertua lewattt nggak dilihat, sangking enaknya.
Grubi.
Namanya cukup keren, padahal ini cemilan dari parutan ubi yang dicampur gulali, kemudian dicetak bulat. Grubi rasanya manis sekali, sekali makan kremes, kremes kremes, lagi-lagi rasanya super manis.
Pundut Nasi
Pundut nasi bukan tergolong dalam camilan wadai tapi makanan untuk sarapan pagi. Terbuat dari adonan beras dan santan dipundut(bungkus) dengan daun pisang, kemudian dikukus.
Cara menikmatinya dicampur dengan kuah dari cabe kering sedikit saos kacang berwarna merah. Rasanya, cukup enak, dan membuat kenyang. Saya biasanya memakan dua pundut nasi, karena satu terlalu sedikit, itu saya loh! kadang lebih dari dua pundut...rakus opo ya. doyan ki.
Lamang.
Ini bisa disebut bukan wadai, tapi makanan. Penganan tradional dari beras ketan dan santan kelapa yang dimasukan dalam tabung ruas bambu. Yang khas cara pemasakan dengan dibakar. Susah menurut saya membuatnya, mending beli saja. Lamang, dijual dengan cara dipotong-potong kecil, bisa langsung dimakan.
Sebenarnya, ada masih banyak wadai cuman perut saya nggak kuat makannya.
Sekian saja, lain kali saya lanjutlan dengan wadai lainnya. Maaf ya, membuat anda semakin penasaran.
Melintasi jalan pasar, tiba-tiba mata saya tertuju dengan warung lontong di seberang pasar, saya stopin kendaraan.
"Yuk, Fit, kita makan lontong," ajak saya.
Fitri hanya tercengang melihat tawaran saya.
Ahhh, perduli amat dengan diet.
Kota Palangka Raya bakal hujan lagi, padahal, masih tampak sisa semalam. Air tergenang di atas jembatan ulin rumah Mina Pancar.
Masih termanggu di lawang, selonjoran, ada yang saya tunggu, 'seseorang'
Kata Mina, biasanya sudah lewat, kok agak telat pagi ini, mungkin karena hujan.
Wadai Banjar di jual berkeliling kota |
"Wadaiiii..."
Teriakan Paman penjual wadai. Suara knalpot motornya memecah sepi. Treng teng prutt...treng teng prut, sepertinya knalpotnya kotor, suaranya nggak enak bener akhirannya.
Ini yang saya tunggu-tunggu, sontak saya mengejar, berbaju daster berjilbab miring, takut Paman ngebut nggak lihat. Ini seseorang itu, pedagang kue keliling.
Kretek jrek!. Paman langsung berhenti sambil memasang dua standar motornya, yang suaranya lebih nggak enak lagi.
Langsung Paman membuka dagangannya. Hmmm...yam yam yam, saya langsung antusias melihat deretan wadai tertata rapi di kotak dagangan di belakang motor.
Wadai berasal dari bahasa Banjar dan Dayak, artinya kue. Menjadi kebiasaan masyarakat suku Banjar dan Dayak, gemar memakan wadai di pagi dan sore hari sambil ditemani secangkir teh manis hangat.
Sekalipun sudah sarapan nasi kuning, atau lontong, tetap saja, ada yang kurang, sebelum di tutup dengan memakan wadai. Itu semua sudah menjadi tradisi dan kebiasaan orang Banjar yang suka duduk dan makan di warung(mewarung). Di warung disediakan berbagai wadai, sambil ngobrol, saling bepalui(melucu), minum teh sembari makan wadai.
Dari raut wajah penjual wadai, tampak heran melihat saya. Sibuk foto-foto wadai jualannya.
"Jadikah pian menukar wadai?" jadi nggak membeli wadai?
Langsung saya sadar sedikit nyengir, ini nih efek jadi blogger, cekrek cekrek foto, lupa tujuan utama. "Jadiiiii"
Sabar sebentar, woles ya Paman. Ini moment yang langka bagi saya, sejak pindah kota, saya jarang menemukan wadai di Bogor. Mumpung lagi di Palangka Raya, saya mau foto wadai.
Setelah saya jelaskan, saya dari Bogor, eh...malah Paman menyebut nama satu persatu wadai, bebingkaan, wadai pisang, apam, sunduk lawang, untuk-untuk, papare, grubi.
Berbagai jenis wadai khas Banjar, saya menyebutkan begitu, karena rata-rata wadai berasal dari kue atau penganan dari Banjar. Yang bikin saya lupa diri, semua wadai dihargai Rp. 1.000,- murah banget.
Saya kasih tau ya, di Palangka Raya, setiap pagi hari selalu saja ada penjual wadai seperti Paman ini, baik memakai sepeda, kendaraan atau dijunjung diatas kepala. Jadi, bagi yang berwisata kemari, dijamin nggak bakal kelaparan, penjual kue selalu ada setiap waktu.
"Ennnnn"
Aaahhh, itu teriakan yang khas Fitri sepupu saya dari seberang jembatan ulin.
Saya memang sedang menunggu kedatangannya. Janjian mau ke pasar besar, dia mau beli ikan dan saya ke los penjual wadai Banjar, dan di sana pembeli bisa melihat cara pembuatannya.
Ragam wadai Banjar di Pasar Besar Palangka Raya |
Terbuka...berhadapan langsung dengan jalan |
Acil membuat kue langsung di tempat jualan |
Sama dengan Paman penjual wadai keliling, Acil (tante dalam bahasa Banjar) penjual wadai wajahnya agak heran melihat saya cekrak cekrek pake hape memfoto dagangannya.
Langsung saya beli beberapa wadai, sambil meminta maaf foto-foto wadainya...*di situ kadang, saya merasa gagal jadi wartawan eh! blogger* suka sungkan dengan pandangan mata yang menatap aneh.
Sambil ngobrol dan memperhatikan Acil sedang membuat bebingkaan, saya melancarkan jurus tanya ini itu. Alhamdulillah, Acilnya sangat ramah, bahkan membocorkan resep berbagai wadai yang dijualnya.
Terus terang, bagi yang nggak biasa, rata-rata wadai Banjar rasanya sangat manis. Namun tetap saja tak mengurangi kegemaran saya makan wadai.
Sebenarnya, wadai Banjar jumlahnya ada 41 macam, cuman nggak semua dijual setiap hari di pasar, hanya ada saat acara khusus atau Pasar Ramadhan.
Bebingkaan (Bingka halus)
Sapa yang tak tergoda... |
Bentuknya bulat dan kecil, berbeda dengan bingka yang biasanya ukuran besar, berbentuk bunga dengan lima kelopak. Bingka nggak saya beli karena Bogor sudah ada yang jual di warung Khaturistiwa,
Bebingkaan ada dua jenisnya, Bebingkaan gula habang, berwarna coklat dari gula habang(merah) dan Bebingkaan hijau dari daun pandan.
Kue ini adonannya terbuat tepung terigu dan diberi sedikit tepung beras. Kocok telur bebek, gula, dan santan kelapa dan dicampur tepung terigu dan tepung beras sampai menjadi adonan yang siap di bakar di atas kompor.
Ciri khas kue ini, setelah matang dipermukaan atas diberi santan kanil yang dingin, namanya tahilala. Hmm...namanya dasyat, ya tahilala, karena berasal dari perebusan santan yang lama hingga menghasilkan santan kental yang berkumpul di bagian atas rebusan santan tadi, makanya di sebut tahinya santan.
Sari Lakatan.
Ini harus dicoba... |
Terdiri dua lapisan, bagian bawah terbuat dari pulut(lakatan), lapisan atas terbuat dari campuran gula merah, telur, santan, vanili dan garam.
Wadai ini dikukus dalam ceper(cetakan) yang sangat besar, dijual perpotong/ditatak.
Ini paling saya suka, rasanya luar biasa, perpaduan lakatan dan lembutnya gula merah dan telur. Nggak nyoba ini, nyesel seumur hidup.
Hamparan Tatak Pisang
Nyesel kalau nggak makan ini |
Rasanya, ennnakkk sekali. Nggak coba, rugiii.
Wadai Lapis
Setiap lapisnya...Tak akan pernah berhenti |
Namanya juga kue lapis, jadi kuenya berlapis-lapis.
Ada dua jenis wadai lapis, ada yang dari campuran pandan dan coklat. Saya lebih suka wadai lapis yang rasa pandan, manis, gurih dan lembut.
Lapis per lapis, tak akan membuat anda menyesal kalau memakannya, dijamin tak akan berhenti. Suer!
Wadai Cincin.
Wadai urang sugih...lubang cincinnya ada empat |
Wadai yang memiliki ciri khas tersendiri, ada empat lubang mirip cincin. Tergolong wadai kering karena rasanya renyah dan manis. Wadai terbuat dari tepung beras, kelapa parut sangrai gula merah kemudian di goreng. Di Jawa Barat, ada pula kue cincin, cumanlubangnya cuman satu,nnamanya Kue Ali Agrem. Jangan ditanya kenapa di namakan Ali?Yang pasti, rasanya wadai ini membuat lupa diri, makan terus.
Wadai Papare
Fotonya kurang jelas, nggak tega suruh Acil buka plastiknya |
Maaf, rasanya jauh dari pahit, malah sebaliknya, sangattttt manis.
Wadai yang bagian dalamnya diberi unti kelapa. Dinamakan Papare, karena warnanya hijau, dan ada garis-garis mirip buah paria. Makan kue ini, jangan dekat-dekat saya ya...soalnya, saya akan bertambah manis, menularkan manis sekali..hihihi
Apam Barabai.
Apam Bararai jauh merantau sampai jua ke Palangka |
Wadai apam yang berasal dari Barabai, salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan, Hulu Sungai Tengah. Apam Barabai, bisa ditemukan juga di pasar besar Palangka, seperti kue apam umumnya, testurnya lembut ada campuran tape.
Ada dua jenis apam Barabai, apam habang lebih terasa gula merahnya berwarna kecoklatan, sedang apam putih tak kalah ajib rasanya. Sayangnya, apam ini terasa sangat dingin bagi saya. Lebih nendang, kalau di makan selagi hangat dengan segelas besar teh manis. Sekali makan apam, mertua lewattt nggak dilihat, sangking enaknya.
Grubi.
Si Manis... |
Namanya cukup keren, padahal ini cemilan dari parutan ubi yang dicampur gulali, kemudian dicetak bulat. Grubi rasanya manis sekali, sekali makan kremes, kremes kremes, lagi-lagi rasanya super manis.
Pundut Nasi
Pundut nasi bukan tergolong dalam camilan wadai tapi makanan untuk sarapan pagi. Terbuat dari adonan beras dan santan dipundut(bungkus) dengan daun pisang, kemudian dikukus.
Cara menikmatinya dicampur dengan kuah dari cabe kering sedikit saos kacang berwarna merah. Rasanya, cukup enak, dan membuat kenyang. Saya biasanya memakan dua pundut nasi, karena satu terlalu sedikit, itu saya loh! kadang lebih dari dua pundut...rakus opo ya. doyan ki.
Lamang.
Ini bisa disebut bukan wadai, tapi makanan. Penganan tradional dari beras ketan dan santan kelapa yang dimasukan dalam tabung ruas bambu. Yang khas cara pemasakan dengan dibakar. Susah menurut saya membuatnya, mending beli saja. Lamang, dijual dengan cara dipotong-potong kecil, bisa langsung dimakan.
Sebenarnya, ada masih banyak wadai cuman perut saya nggak kuat makannya.
Sekian saja, lain kali saya lanjutlan dengan wadai lainnya. Maaf ya, membuat anda semakin penasaran.
Melintasi jalan pasar, tiba-tiba mata saya tertuju dengan warung lontong di seberang pasar, saya stopin kendaraan.
"Yuk, Fit, kita makan lontong," ajak saya.
Fitri hanya tercengang melihat tawaran saya.
Nikmat mana yang engkau dustakan? wadai sudah, mewarung lagi |
wah... sungguh menggiurkan...
ReplyDeletesangatttt mengiurkan...
DeletePenasaran sama wadai lapis nih
ReplyDeleteSemoga kelak bisa berkunjung ke kemari ya Mbak, ragam kuenya semua enak
DeleteWadai bingka aku suka mba, malah kepengin bisa bikin
ReplyDeleteKalau yang besar saya bisa buat mbak
Deleteaku suka wadai lapiss
ReplyDeleteaku suka wadai lapiss
ReplyDeleteapalagi lapis pandan. enak sekali
Deleteaduhh..lamang nya ,hehe..
ReplyDeleteorg banjar juga kah mba ??
Orang Sunda dan Dayak, tapi lawas bisa bahasa banjar
Delete