Review

Saturday, February 20, 2016

Bermandi Cahaya Lampu di Jembatan Ampera Palembang. This is My Dream

Saya punya mimpi kecil yang ingin saya wujudkan suatu hari kelak...walau membatin, kapan mimpi menjadi kenyataan?
Jembatan Ampera (sumber : Repost IG Wonderful Sriwijaya)


Kapankah, berdiri bermandikan temaram cahaya lampu malam di atas jembatan Ampera, Palembang Kapankah?

Hanya ingin pergi ke suatu tempat di Bumi Sriwijaya. Mimpi yang sederhana, hanya ingin melihat langsung bentangan jembatan Ampera dari seberang ulu ke ilir. Jembatan tertua di Indonesia dan menjadi Ikon kota Palembang, Sumatera Selatan.

Sesederhana itukah sebuah mimpi
Bagi orang lain, mungkin itu mimpi yang teramat biasa, apalagi yang tinggal atau pernah berkunjung ke Palembang. Sedang bagi saya, amazing bisa sampai kesana.

Sejak di bangku sekolah menengah, saya sering membaca tentang Kota Palembang. Jembatan Ampera berwarna merah, berdiri kokoh nan megah terbentang sepanjang 1.117 m di atas sungai Musi. yang dahulu kala bisa terbuka dan tertutup, membelah jembatan besi menjadi dua, hingga kapal-kapal besar bisa lewat lalu lalang dibawah jembatan sebagai sarana tranportasi sungai.

Menurut sejarahnya, Jembatan pertama dibangun tahun 1962 pada masa Pemerintahan Sukarno, atas biaya pampasan perang Jepang.

Awalnya jembatan  bernama Jembatan Sukarno, untuk menghindari kultus pribadi dan pergolakkan menentang Orde Lama, jembatan itu berganti nama menjadi Jembatan Ampera, singkatan dari Amanat Penderitaan Rakyat.[wikipedia]

Jauh-jauh, kok hanya ingin melihat jembatan, apa ada mimpi yang lain...Pasti pertanyaan itu akan muncul, cuman jembatan?

Yah, saya pikir, Jembatan Ampera merupakan trade mark kota Palembang. Dari tempat itulah, saya berharap bisa menyelusuri seluruh tempat wisata lain di kota Palembang. 

Saya bisa melihat keragaman budaya dan tradisi, berakar dari Kerajaan Sriwijaya, pasti banyak yang harus digali dari potensi wisata kota Palembang.

Tak banyak yang saya tahu tentang keindahan panorama alam kota Palembang. 

Hanya sedikit cerita, itupun sekedar dengar dari tetangga waktu saya masih tinggal di Palangka Raya. Jiran sebelah rumah berasal dari Muara Enim. Sembari ngobrol, dari situlah saya mendengar tentang wisata kota Palembang, yang bikin saya ngiri, kapan bisa  berkunjung ke bumi Sriwijaya.
Bagaimanakah alam kota Palembang?

Dari penuturan Bu Hasan Basri, kondisi kota Palembang hampir mirip dengan Palangka Raya. Memiliki banyak sungai, perahu lalu lalang , tak heran Palembang juga dijuluki Venice of the East, Venesia dari Timur. Palembang memiliki potensi sumber hasil ikan sungai yang berlimpahi, seperti ikan belida dan gabus. Dari Bu Hasan, saya bisa belajar, cara membuat empek-empek dan tekwan yang sudah terkenal seluruh Indonesia. Walau belum pernah menginjakkan kaki ke Provinsi Sumatera selatan itu, paling tidak saya sudah lihai membuat makanan wong Palembang. 

Kesamaan lidah orang rantau, saya keturunan Kalimantan-Cirebon, membuat saya ingin sekali berwisata kuliner Palembang, yang 'katanya' (karena belum pernah mencoba rasanya) enak-enak semua; burgo, lakso, lakitan, celimpungan, kelasan dan kelempang. Ada pula, katanya...lagi-lagi katanya, jajan pasar berupa telok ukan, engkak cucut...Bagaimana rupanya, denger namanya sungguh asing jadi penasaran.

Kembali ke tetangga saya Ibu Hasan Basri, awalnya saya kira keturunan Cina, padahal sih, ia asli Palembang. Wajah yang bulat berkulit bersih, putih dan bermata sipit. Katanya sih, karena leluhur orang Palembang berasal dari negeri Cina.

Rasa penasaran saya, tentang wajah Palembang yang mirip Cina, terjawab ketika bapak saya, asli Cirebon bercerita tentang Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Apa hubungannya Cirebon dengan Palembang?

Konon, suatu malam Sunan Gunung Jati hendak melaksanakan sholat tahajud. Namun beliau tak merasa khusu' melakukannya baik di rumah maupun di dalam masjid. Akhirnya, Sunan Gunung Jati, melaksanakan diatas perahu dengan khusu' dan tertidur nyenyak. Atas izin Allah, perahunya hanyut. Alangkah kagetnya Sunan Gunung Jati ketika terbangun, ia terdampar di daratan Negeri Cina.

Kemudian beliau menyebarkan syiar Islam di daratan Cina tersebut, beliau terkenal dalam ilmu pengobatan tradisional. Sunan Gunung Jati berhasil mempersunting Lie Ong Tien, putri Kaisar Hong Gie dari Dinasti Ming.  

Saat kembali ke pulau Jawa, beliau membawa serta istri dan seorang menteri negara, Pai Li Bang. 

Sebelum tiba di Cirebon, beliau singgah di kerajaan Sriwijaya yang sedang bergolak. Atas inisiatif Sunan Gunung Jati, diperintahkan Pai Li Bang untuk tinggal dan meyebarkan agama Islam di bumi Sriwijaya. 
Pai li Bang menjadi Adipati Sriwijaya. Dalam pemerintahannya, Kadipaten Sriwijaya maju pesat sebagai Kadipaten yang paling makmur.
Setelah Pai Li Bang meninggal, kadipaten Sriwijaya diganti menjadi Kadipaten Pai Li Bang.
Dalam perkembangan selanjutnya, penduduk pribumi mengalami kesulitan melafalkan nama Kadipaten Pai li Bang, hingga berubah menjadi Pa-lem-bang. Itulah asal muasal nama Palembang hingga saat ini.

Banyaknya wajah orang Palembang mirip etnis Cina, karena Pai Li Bang menikahi wanita pribumi dan memiliki banyak keturunan yang  berwajah mirip dengannya. Benar atau salah, wallahu a'lam bi shawab.

Sebagai mantan penari sewaktu muda, saya ingin melihat langsung gemulai dan lentiknya para penari, membawakan tarian gending Sriwijaya. Saya selalu kagum dengan hiasan dari kuningan yang berbentuk kuncup, lancip yang dipasang di jari-jari penari. Itu yang ingin saya pasang di jemari saya. Adalagi yang ingin saya lihat, cara pembuat songket Palembang yang terkenal itu, dibuat dari alat tenun bukan mesin...*Banyak maunya.

Berbagai ragam destinasi pesona wisata Sriwijaya yang ditawarkan, dari wisata alam, sejarah, kuliner, kebudayaan. Ditahun 2016 ini, Palembang diberikan anugrah Allah, yaitu suatu peristiwa langka, Gerhana Matahari Total. 

Dari kota ini bisa menyaksikan fenomena alam, Gerhana Matahari Total secara langsung dari beberapa wilayah di Indonesia. Kejadian yang baru bisa di saksikan lagi setelah hampir 21 tahun sejak 1995, sayang, untuk di lewat bukan.
Tapi apa daya saya sekarang tinggal di Bogor, mana mungkin melihat GMT. 
Beruntung, Dinas kebudayaan dan Parisiwisata Sumatera Selatan memberi kesempatana untuk melihat langsung GMT dengan menyelenggarakan blog competition Wonderful Sriwijaya untuk blogger. Siapa tahu, takdir Allah berpihak pada saya, keberuntungan di tahun ini, bisa menyaksikan GMT pada tanggal 9 Maret 2016, langsung dari Palembang.

Dipastikan, akan terjadi lonjakan wisatawan domestik dan asing yang berniat memburu gerhana di bumi Sriwijaya. Wajarlah, karena Gerhana Matahari Total baru bisa lihat kembali 100 tahun kemudian. 

Semoga saya salah satu dari mereka, yang berdiri dengan takjud melihat kekuasaan Allah dalam mengatur matahari dan bulan , putaran sesuai perhitungannya.

Semoga kejadian ini memberi tadabbur alam dan menambah ketaqwaan. Tiada Tuhan selain Allah, hanya Allah yang hak disembah.

Harapan saya, semoga dengan kejadian langka ini, memberikan dampak positif pada pariwisata Palembang, sebagai destinasi wisata yang wajib di kunjungi wisalawan lokal dan manca negara. 

Serta Mewujudkan mimpi saya, bermandi cahaya lampu di Jembatan Ampera, Palembang

10 comments:

  1. Viewnya tjakep banget. Iya, potensi buat pariwisata negara kita banyak Ya, Mba.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaaa, foto yang indah, mengundang wisatawan lokal maupun manca negara, termasuk saya yang bermimpi ingin berwisata ke kota Palembang

      Delete
  2. Waah, sudah lama sekali kepengin ke palembang dan juga ke kota-kota lain di Indonesia mba

    ReplyDelete
  3. Aduh, lewat lagi lomba yg ini saking banyaknya lomba hikss.. Pengen beli mpek2 asli palembang, katanya enak banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. Entar eikeh ke Palembang sendiri, habis nggak menang.Mimpi belum terwujud...huhaaaaaaaa

      Delete
  4. Semoga kesampaian ya mbak mampir ke Palembang lihat Gerhana Matahari Total 2016.

    ReplyDelete
  5. Mba.. Ayoo dtg ke Palembsng ntar kita sama2 bisa melihat fenomena alam yg langka..gerhaba matahari total..

    ReplyDelete