Selamat Pagi.
Tetap semangat di hari Senin ini.
Tetap semangat di hari Senin ini.
Inspirasi dalam menulis cerita anak bisa didapat dari berbagai sumber, salah satunya tanaman yang sering kita lihat di sekitar kita. Menulis cerita anak, bukan hanya sekedar cerita , namun memuat pesan moral serta manfaat dari yang dibaca.
Cerita anak dibawah ini, dimuat di Majalah Kiddo, edisi 118, bulan Maret 2015
KITOLOD, BUNGA KATARAK
"Jangan diinjakkk," Nini Katisen berteriak dari kejauhan. Sontak Bram berhenti, celingak-celinguk.
Bagi Bram, bukan masalah teriakkan Nini. Gara-gara kaget, serangga tangkapannya jadi lepas.
Segera Bram, memainkan jaring tangkapnya, husttt...kekiri dan kekanan.
"Jangan, diinjakkk," tegur Nini sekali lagi, wajahnya terlihat kesal.
Nenek berambut putih, berdiri tepat dihadapan Bram. Badannya kurus suka menggigil kedinginan, dan seakan mau tumbang terkena angin. Makanya, Nenek dikenal Nini Katisen, daripada nama aslinya.
"Bram, ndak nginjak apa-apa, kok," jawab Bram.
"Itu!" Nini Katisen menunjuk bunga berwarna putih, berukuran kecil di bawah kaki Bram.
"Inikan bunga liar," Bram membela diri.
Bram hapal betul, setiap habis hujan, bunga semak ini banyak tumbuh di selokan di tempat lembab, bentuknya seperti bunga melati.
"Ini banyak manfaatnya," Nini Katisem memetik 2 kuntum.
"Oh..." Bram membulatkan mulutnya, tidak percaya.
"Ini, bunga kitolod. Ayo kita kerumah," ajak Nini Katisen.
***
Nini Katisen mencuci bersih kelopak bunga kitolod, kemudian memasukan dalam segelas air.Gelas ditutup selama 5 menit.
"Biarkan bunga kitolod direndam. Pangkal bunga yang lancip ini, mengeluarkan air dan serbuk kuning. Disini letak manfaatnya. Bunga ini bagus untuk mengobati semua gangguan mata, seperti rabun dan katarak."
Bram memperhatikan mata Nini Katisen yang terlihat cerah.
"Dari dulu, Nini merendam mata ke air kitolod seminggu sekali.Lihat! mata Nini sampai se-tua ini tidak rabun," Nini Katisen membelalakkan matanya.
"Sakit sedikit ya, Le," Nini Katisen menetes air kitolod
"Waaaaaaaaaa...," Bram menjerit mengedip-kedip matanya.
"Kenapa?" tanya Pras kalem. Teman bermainnya tiba-tiba berdiri tepat di depannya. Pras ikut-ikutan meringis.
"Sedang disiksa, Nini...Perihhh," keluh Bram mengurut kedua matanya.
Nini Katisen malah tidak perduli, ia sibuk mengunyah sirih.
Beberapa menit kemudian, Bram membuka matanya.
"Perihnya, kan, cuman sebentar. Masa anak lanang, kok, menjeritnya sampe sedunia. Nanti juga hilang," celentuk Nini Katisen santai.
"Iya, ya, perihnya hilang. Lahhkok! rasanya dunia jadi bertambah terang," Bram memicingkan dan membuka matanya sampai alis terangkat.
"Masa sih?" Pras tidak percaya.
"Coba aja sendiri," jawab Bram menantang. Pras segera mengeleng keras.
"Ayo, Bram, keburu sore. Serangga nanti malah susah ditangkap," ajak Pras.
"Okelah," Bram menyambar jaring serangga.
***
Di belakang rumah Nini Katisen, ada tanah kosong, ditumbuhi rumput ilalang.
Jalannya masih berbatu kasar, biasanya banyak serangga berterbangan.
Bram dan Pras berlarian sambil mengoyangkan jaring serangga.
Hustttt....Serangga lincah menghindar, capung terbang bagai helikopter.
Bram berlari, sebentar berhenti, ia takut bunga kitolod kesayangan Nini Katisen terinjak.
Tapi, Pras, ia berlari kencang kesana-kemari.
"Pras, awas!" Bram berteriak, bunga Kitolod hancur terinjak Pras.
"Prassss...." belum selesai. Makbrukkkk!!! Pras terantuk batu dan jatuh terjerembab.
"Haduhhhh," jerit Pras, sambil meniup luka baret terkena batu, rasanya perih sekali.
Dengan sigap, Bram mengambil daun Kitolod di dekat Pras jatuh.
"Tenang..." Bram menumbuk daun hingga lembut, "ini, bagus loh buat menyembuhkan luka," lanjutnya.
"Haduh duhhhh!...mosyo?" Pras membersihkan lukanya.
Sudah sakit, masih juga, enggak percaya, batin Bram
"Masih enggak percaya? nihhh..." mendadak Bram menempelkan tumbukan ke luka Pras.
"Perrriiihhh...eh! Enggak perih taunya," Pras tersenyum lega, "dinginnn..."
"Kata Nini, daun kitolod enggak boleh lebih dari tiga lembar, karena beracun,"
Pras mengintip lukanya, darahnya berhenti.
"Daun kitolod, bisa juga direbus. Buat ngobatin sakit asmamu, Pras."
Bram merapikan bunga kitolod yang patah semua, terinjak Pras, "Batangnya bisa buat penyakit kanker. Hebat, ya, ini bunga."
Bram dan Pras menatap menunduk kebawah, kagum dengan bunga itu.
Hah! sepasang kaki tua, serentak mereka tenggadah.
Idih! Nini Katisen berdiri tegak, rambut putih berkibar dan bibirnya belepotan merah sirih pinang. Matanya mengeryit tajam.
"Eehhh, bukan Bram, Ni, yang nginjak...tapi, dia," Bram menunjuk pada Pras.
Nini Katisen melipat kedua lengannya sambil mengeleng kepalanya. Bibirnya manyun.
"Maaf ya, Ni," mohon Pras begitu pelan.
Hening, Kedua bocah merasa bersalah.
"Sebagai hukuman. Bantu Nini menanam bunga kitolod," suara Nini begitu lembut, walah, enggak sesuai dengan wajahnya yang garang.
Nini Katisen menyodorkan biji, hitam kecil-kecil.
Bram dan Pras mengikuti Nini Katisen dari belakang.
Hukuman yang menyenangkan, kalo begini, saatnya menanam bunga Kitolod.
Kebetulan saya menggunakan kaca mata dan memang sudah minus, jika menggunakan daun ini sagat perih awalnya, namun setelahnya mata terasa terang dan rasa pegal di mata hilang. Bunga ini memang sangat bermanfaat
ReplyDeleteBenar, paling tidak menyehatkan mata.
Deletewaaah .. saya malah baru tahu kalau ada bunga namanya Bunga Kitolod .. nice Mbak, belajar buat cerpen anak aaah :)
ReplyDeleteNama lokalnya, Kitolod ada yang menyebut bunga bintang. Semoga bermanfaat ya
Deletenama tanamannya cukup aneh, tapi khasiatnya tidak kalah dibandingkan tanaman obat sejenis
ReplyDelete