Judulnya, dibuat kekinian...
Cah Picung Ngora.
Padahal sih, tumis picung muda. Ide penamaan itu dari sepupu saya, teteh Yayah, asli Cikalahang yang bertamu ke rumah orangtua saya. Kebetulan saya belum balik ke Bogor. Masih edisi Lebaran, mudik diperpanjang. Masih betah,sih, di kampung. Kebetulan saya masak picung muda. Dari dialah, saya tau, semua tentang picung.
Dulu, waktu di Kalimantan Tengah, saya hanya tau, picung atau keluwek sebagai bumbu dasar untuk membuat masakan rawon, masakan favorit saya. Di Palangka raya, sebagian penduduk berasal dari Jawa Timur. Rawon menjadi masakan yang selalu di jual di warung makan.
Buah picung berwarna keabu-abuan, kulitnya keras. Sebelum di olah menjadi bumbu, picung dibelah, kelihatan warna aslinya kehitaman. Rendam dahulu di air panas, sehingga picung yang dagingnya agak kerinh menjadi kenyal, baru picung dicampur dengan bumbu lainnya. Hasilnya, kuah sayur berwarna hitam bersifat mengentalkan dan menambah rasa gurih yang khas.Selain rawon, picung dipergunakan untuk bumbu masakan brongkos dan gabus pucung.
Setelah saya pindah ke Bogor, baru saya tau, picung itu ada pula, picung muda (ngora, bhs Sunda). Selama ini yang saya tau, picung itu, hanya berwarna hitam.
Eh ! ternyata, itu picung tua. Di kampung picung tua disebut picung parem.Bisa juga, kelewek berarti picung kolot(tua), Sejak itu saya bisa berbagai masakan berbahan picung muda(ngora) dan picung tua/parem/kelewek.