Tuesday, June 2, 2015

Tradisi 'Ngobeng' di Cirebon

Pernah denger kata 'ngobeng'?
Pasti terbayang, sibuk nyongkel lubang pintu yang ngadat ogah kebuka, trus pake obeng, alat pekakas tukang.

Yeay! salah, permirsah.
Ngobeng,  adalah istilah dalam bahasa Cerbon, tradisi membantu orang yang punya hajat. Dilakukan dengan sukarela, bentuk perwujudan, karakter orang Indonesia yang suka gotong royong.
Jujur, gotong royong di jaman sekarang, mulai bergeser. Dengan berbagai kesibukkan, orang mulai jarang melakukan gotong royong. Atas nama,  demi kepraktisan dan tanda keikut sertaan dengan kegiatan gotong royong, orang akan membayar seseorang untuk mengantikan kewajiban dalam gotong royong....*Ini, kenyataan yang memprihatikan.

Padahal, inti gotong royong, adalah kebersamaan dan solidaritas.
Mungkin, gotong royong di kota besar sudah jarang di temui. Namun, di daerah pedesaan,khususnya di desa saya, Cikalahang, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon...masihhhhh, ditemui masyarakat suka gotong royong.

Di desa, ada yang unik, jika tetangga atau teman  sekampung, sedang membangun rumah tinggal. Secara sadar, tetangga lain akan membantu mempercepat selesainya rumah. Saya sebut saja, mengasih hutangan terselubung. Karti tetangga satu blok, sedang membangun. Kebetulan, tetangganya Asep punya lebih uang, dan berniat suatu saat akan membangun rumah juga. Asep akan menyimpan bahan bangunannya, dengan membantu Karti dengan membelikan 10 sak semen. Nanti Karti akan membayar 10 sak semen, waktu Asep mulai membangun. Makanya, asep suka menyebarkan pinjaman bahan bangunan pada tetangga yang sedang membangun. Asep memyimpan besi di rumah bangunan Kandar. Saat membangunan semua akan membayar kembali, dan Asep tidak perlu pusing soal bahan bangunan. Selain Mandor, tetangga sekitarnya ikut membantu,
"Ngobeng di bangunan". Membantu pekerjaan di bangunan. Tidak dibayar dengan uang, cukup di berikan nasi dan lauk yang dibawa pulang, selain makan siang dan rokok di tempat bekerja. Tak heran, dengan tradisi ngobeng ini, membangun rumah cepat selesai.
Begitu pula dengan hajatan lain.

Seperti hari ini, saya Ngobeng di rumah Mamang Rusta, yang akan melaksanakan hajat ijab kobul dan resepsi pernikahan anak bungsunya di rumah.
Seperti dapat arisan atau mengumpulkan kembali yang di tanam. Mamang suka menyimpan bahan makanan di hajat tetangga lain. Hari ini, daging, gula tidak perlu membeli, karena terkumpul dari tetangga yang pernah di bantu. Umumnya, mereka akan mencatat, siapa yang membantu dan dibantu. Jadi, kalo dulu nyumbang beras 40 kg. Sekarang dikembalikan sebesar beras yang dulu dipinjamkan. Terkesan tidak ikhlas, tapi ini cara mudah, untuk membantu yang punya hajat, walau dengan cara meminjami.

Memasuki rumah shohibul bait,  ramainya bukan main. Yang ngobeng banyak banget. Memasak di atas tungku api, di sisi lain, ibu-ibu sibuk membuat kue, di sisi lain, sibuk memasukan makanan. Bapak-Bapak juga asik dengan pekerjaan memasang tenda.
Seliwiran, Uwa saya membawa cai teh tawar, kopi hitam dan kue untuk yang ngobeng, juga tamu yang datang.
Itulah, resiko kalo hajatan di rumah, biaya tambah besar.
Nah, ada juga namanya Mak Guwah.
Mak guwah, adalah wanita yang bertugas mengatur keluar masuk bahan makanan di gudang. Tidak boleh seenaknya mengambil, harus izin terlebih dulu dengan si emak. Ini untuk menghindari pencurian bahan makanan, namanya juga banyak orang...jaga-jaga aja. Hebat ya, antisipasinya.

Adapula, namanya wakil hajat. Ibu ini berperan mewakili yang punya hajad dalam hal keuangan,bisa dimaklumi, tentu yang punya hajat sangat sibuk. jadi apa apa yang menyangkut kegiatan  hajat menjadi tanggungjawab wakil hajat

Kembali ke masalah Ngobeng. Tradisi membantu orang yang punya hajat.
Biasanya datang dengan sukarela....etapiiiii, kalo yang ngobeng kebanyakkan, malah bikin pusing dan tambah anggaran.
Saya sampai terheran heran.
Dari pagi, saya sudah memasukkan pernik pernik, nasi, ayam, soun, kerupuk ke dalam kotak.
"Buat apa, Wak," tanya saya.
100 kotak makanan, dan 100 kotak kue untuk acara pengajian bada lohor.
Si Eva, Ketua Ngobeng, menulis di nama-nama dibuku, orang-orang ang di lihatnya ikut Ngobeng. Ketua ngobeng juga bertanggungbjawab pada barang-barang yang di pinjam dari luar.
"77 teh, keur nu ngobeng " katanya.
Saya kembali membuat, timbel nasi ukuran besar dengan tiga jenis lauk.
Bungkusan yang akan di beri pada setiap yang ngobeng, kalau suami istri ikutan, dua-duanya dapat bungkusan ngobeng.

Belum selesai kerjaan, lanjut lagi buat 100 bungkusan yang isinya lebih banyak dan komplit.
"Keur saha deui?" tanya saya, buat apa lagi.
Ternyata, ini dinamakan berkat untuk penghidang. Nanti akan diberikan pada para sepuh, atau yang datang membantu. Isinya terdiri dari nasi timbel besar, tiga macam lauk, dua buah pisang, kue pais limpung dan pais koci, plus kekeringan. Nah loh, apa lagi nih.Kekeringan itu, sebungkus plastik isinya keripik ranginang, rempeyek dan encrot..#kripik wajib ada, di setiap acara apapun.
Dimasukkan pula, pais limpung dan pais koci . Ke dua kue yang di bungkus daun pisang dan dikukus.
(lain kalo, saya akan.posting ke dua pais ini ya. Sis)
Ngobeng
Kerja belum selesai nih.
Nasi ngebul di ulenin jadi pulen datang lagi. Buat apa lagi?
Buat makan yang ngobeng.
Jadi dari tadi, selain sibuk masak buat acara utama esok hari. Juga sibuk masak untuk yang ngaji, ngobeng, untuk berkat.
Dipikir, berapa biaya hajatan di rumah.
pasti bengkak deh anggaran. Demi, kekeluargaan dan kebersamaan, yaa bagi mereka, tidak masalah.

Terakhir, bungkusan selanjutnya.
Bungkusan kering, jumlahnya 300 buah.
Isinya berupa sembako kering : 2 buah mie instan, biskuit, sarden kadang gula, sesuai anggaran. Semua dimasukan dalam plastik cantik
Bungkusan ini, untuk.undangan yang tidak datang saat resepsi pernikahan, tapi titip uang...Bungkusan ini akan di beri sebagai tanda terima kasih dan souvenir
Wow...saya terkagum dibuatnya.
Berpikir, apa ngobeng ini membantu atau  tidak,ya? Kalau jumlah yang ngobeng sedikit, 10 orang, tidak bikin pusing. Laaaenih, 77 orang. Mau di tolak kedatangan, takut tersinggung.
Nggak ikut ngobeng, dikira tidak perduli, serba salahkan. Padahal, saya lihat, banyak ngobrolnya aja...heudeuh. ini benar kok, hawong saya muter di sekitar dapur. Inilah, tradisi....
Suka atau tidak, tergantung yang punya hajat.  

Itulah ceritaku hari ini.
Ngobeng di rumah Mamang.
Biar cape, berkumpul dengam seluruh keluarga...Itah bentuk kebersamaan.
Semoga bermanfaat.
Cikalahang, 2 Juni 2015

Tungku terus mengepul
Membuat LIMPUNG


11 comments:

  1. yup pernah ngerasain,, pas pulang kampung di cirebon :D, sampe tetangga yang jauhpun dateng membantu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ngobeng termasuk..bantu bantu kumpul kumpul keluarga, banyak manfaatnya juga

      Delete
  2. Tradisi semacam itu juga berkembang di desa saya.
    Laki-laki dan perempuan ikut membatu shohibul hajat dengan aneka kegiatan, sejak pra hajatan sampai purna hajatan.
    Itu saya alami ketika saya mantu dua kali.
    Terima kasih artikelnya yang informatif.
    Salam hangat dari Surabaya

    ReplyDelete
    Replies
    1. hebatnya Indonesia. Gotong royong dalam setiap kegiatan. Apapun namanya, sangat membantu.

      terima kasih, sudah bertamu di blog
      salam hangat

      Delete
  3. Merua saya masih pakek acara gini,Mbak... Kalau di kampung saya (Maluku) namanya "Karja" . Anak-anak senang kalau ibunya membawa pisau ke rumah yang punya hajatan, artinya hari itu dapur rumah nggak ngebul dan bisa makan enak di tempat yang punya hajat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehee...pisau di dapur rumah suruh istirahat, lagi pindah KARJA ke tetangga

      Delete
  4. sama , di kampung saya juga di kuningan kalo ada yg hajat tetangga dan saudra bantu rame2 :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kuningan dekat dengan kampung saya. perbatasan dengan telaga remis

      Delete
  5. wah terimkasih infonya, nambah ilmu tentang tradisi khas indonesia nih hihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima Kasih kembali.
      semoga bermanfaat.

      salam kenal ya sahabat

      Delete