Ketika aku membuka pintu dapur menuju ke halaman belakang rumah.
Seekor angsa berdiri tegap.
Angsa jantan milik Mamaku, kadang aku memanggil 'Nenek' pada Mamaku, seperti saat ke delapan cucu pemanggilnya.
Seekor angsa berdiri tegap.
Angsa jantan milik Mamaku, kadang aku memanggil 'Nenek' pada Mamaku, seperti saat ke delapan cucu pemanggilnya.
Angsa berwajah lucu, dan tidak seperti angsa umumnya, ini tidak nyosor.
Dia anggota baru di rumah Nenek.
Dia anggota baru di rumah Nenek.
Seorang diri tidak berteman, angsa itu menatapku terus, sepertinya lapar.
"Kasih makan ini," suruh Mamaku.
"Makan bolu kukus?" aku merasa heran. Seplastik, bolu kukus sengaja di beli di pasar tadi pagi, khusus buat angsa. Heudeuh...*Angsa yang tak biasa.
Kulemparkan bolu tiga buah, sigap sang angsa menikmati, disampingnya ada buah pepaya matang di potong, malah di injak-injak olehnya. Nggak doyan.
"Kasih makan ini," suruh Mamaku.
"Makan bolu kukus?" aku merasa heran. Seplastik, bolu kukus sengaja di beli di pasar tadi pagi, khusus buat angsa. Heudeuh...*Angsa yang tak biasa.
Kulemparkan bolu tiga buah, sigap sang angsa menikmati, disampingnya ada buah pepaya matang di potong, malah di injak-injak olehnya. Nggak doyan.
Angsa Nenek juga suka nasi, tapi, lebih gembira kalo makan bolu. Kata Turinah, asisten rumah tangga, Angsa ini dulu hidup di pasar dekat tukang jualan kue basah. Makanya, angsa selalu dapat jatah bolu yang masih sisa. Lama-lama malah ketagihan. Sehabis makan bolu, dia berlari kencang, bersuara nyaring mencari betina....Yang tak ada, kesihan, jomblo.
Melihat kebahagiaan di wajah angsa.
Turinah berkisah, angsa tiba- tiba datang sendiri di halaman depan rumah dua bulan yang lalu.
Turinah berkisah, angsa tiba- tiba datang sendiri di halaman depan rumah dua bulan yang lalu.
***
Di samping rumah kami, ada Musola Ar Rahman milik keluarga, hanya lima langkah sedikit, sudah sampai teras mussola. Ustadz Miftah, yang mengurus dan mengajar mengaji di Musyola ini. Istrinya, juga bekerja di rumah kami.
Ustadz ini, murni mengabdi pada agama, hidupnya pun masih ikut di rumah warisan istrinya. Letak rumahnya berada 200 km ke arah atas rumah kami. Itu sekilas tentang Ustadz di musyola kami, yang ada sangkut paut dengan angsa jantan itu.
Ustadz ini, murni mengabdi pada agama, hidupnya pun masih ikut di rumah warisan istrinya. Letak rumahnya berada 200 km ke arah atas rumah kami. Itu sekilas tentang Ustadz di musyola kami, yang ada sangkut paut dengan angsa jantan itu.
"Heh! iyeu angsana saha." Teriak bi Marni, mertua ustadz Miftah. Diburunya angsa dengan kasar. Semua orang tau, Bi Marni tidak suka ayam, bebek, apalagi angsa, kotoran suka kemana mana.
"Geuleh" sambil melempari angsa untuk.menjauh dari halaman rumah.
Semakin di bentak, angsa mendekat marah,"Heh..iyeu angsana saha?"
"Dukaaa," sahut anaknya, istri ustadz. Tidak tau...Dibalik tirai jendela lusuh, sepasang mata menatap sedih, tak berdaya.
"Geuleh" sambil melempari angsa untuk.menjauh dari halaman rumah.
Semakin di bentak, angsa mendekat marah,"Heh..iyeu angsana saha?"
"Dukaaa," sahut anaknya, istri ustadz. Tidak tau...Dibalik tirai jendela lusuh, sepasang mata menatap sedih, tak berdaya.
Di usirnya angsa itu. Unggas itu berlari kencang menjauh sambil berteriak. Meluncur, berlari cepat, menghindari batu kecil dan hardikkan kasar.
Koakkk koakkk, suara nyaring Angsa jantan itu memasuki pagar selepas magrib.
Diam di sudut halaman, tak mau pergi.
"Angsa siapa?" batin Turinah mengunci pintu pagar.
Koakkk koakkk, suara nyaring Angsa jantan itu memasuki pagar selepas magrib.
Diam di sudut halaman, tak mau pergi.
"Angsa siapa?" batin Turinah mengunci pintu pagar.
Seusai sholat Subuh, seperti biasa Mama sejenak duduk ngobrol dengan Ustadz sehabis dzikir dan mengaji.
"Bu Haji, punten..itu angsa saya," Ustadz menunjuk angsa di sudut halaman.
"Tolong jadi milik bu Haji aja. Kalau nanti mengotori halaman, saya rela membersihkan. Sebenarnya, kemarin sebelum saya bawa pulang. Angsa ini saya kurung di samping mussola. Baru saya lepas malam hari. Biar nggak ada yang tau. Eh! malah di usir. saya tidak berdaya."
"Bu Haji, punten..itu angsa saya," Ustadz menunjuk angsa di sudut halaman.
"Tolong jadi milik bu Haji aja. Kalau nanti mengotori halaman, saya rela membersihkan. Sebenarnya, kemarin sebelum saya bawa pulang. Angsa ini saya kurung di samping mussola. Baru saya lepas malam hari. Biar nggak ada yang tau. Eh! malah di usir. saya tidak berdaya."
Mama saya hanya tersenyum, sembari menanyakan harga jualnya.Uang Rp 250.000,- sebagai tanda sah jual beli.
Kini, angsa jantan itu riang berlari, menikmati bolu kukus kegemarannya.
Banyak pintu pagar terbuka di malam itu.
Angsa putih ini, malah masuk memasuki rumah Mama. Dia, menentukan tempat.
Rumah mana yang mau menerimanya, dengan hangat.
Angsa jantan berdiri tegap, bagai tentara.
Bersama burung burung berkicau.
melihat ikan menari riang.
Angsa jantan, di depan pintu.
Angsa milik Nenek.
Alone, but not lonely.
Bersama burung burung berkicau.
melihat ikan menari riang.
Angsa jantan, di depan pintu.
Angsa milik Nenek.
Alone, but not lonely.
Cikalahang, 15 Juni 2015
Weleehh baru tau ada angsa doyan bolu kukus hihihi....
ReplyDeleteBetewe salam kenal mbak :)
Angsa nenek memang beda..hihihi
Deletesalam kenal juga.
aduh saya mah takut sama angsa suka nyosor sih, dulu waktu aku datang ke calon mertuaku paling takut soalnya pasti disosor ama angsanya. Dan sampais ekarang takut sama angsa karean eprnah kena sosor dan sakit banget digigit
ReplyDeleteAwalnya saya juga takut nyosor. trauma masa kecil. eh! ini angsa memang beda, alimmm banget tuh.
Deletemaybe, angsa jaman sekarang tak seganas jaman dulu
itu bulunya putih bgt dan tebel kayaknyaaa ^o^.. gemes ihhh
ReplyDeletePutih dan bersih.
Deletebelum punya pasangan
#hihihi..apa hub nya ya.
salam kenal ya
What a funny and cute goose story. The bird is definitely amazing and attracts attention.
ReplyDelete